Konflik Terbaru di Suriah Selatan: Siapa Saja Aktor Kunci di Baliknya?

Milisi Druze terlibat bentrokan dengan komunitas Bedouin di Suriah. Foto: Anadolu

Konflik Terbaru di Suriah Selatan: Siapa Saja Aktor Kunci di Baliknya?

Fajar Nugraha • 18 July 2025 19:10

Sweida: Bentrok selama empat hari yang mengguncang Provinsi Sweida di selatan Suriah pekan ini menewaskan ratusan orang, termasuk warga sipil, dan melibatkan sejumlah aktor lokal dan internasional. Kekerasan ini menyoroti tantangan besar yang dihadapi pemerintahan baru Suriah dalam upayanya memperkuat kendali, hanya beberapa bulan setelah Presiden Bashar al-Assad digulingkan melalui serangan kilat Desember lalu.

Mengutip dari Channel News Asia, Jumat, 18 Juli 2025, berikut adalah aktor-aktor utama dalam konflik terbaru yang berakhir dengan gencatan senjata yang dimediasi oleh Amerika Serikat, Turki, dan negara-negara Arab. Gencatan ini sebagian besar bertahan pada Jumat, 17 Juli 2025, meskipun kekerasan sporadis tetap terjadi.

Pemerintah Suriah

Presiden interim Ahmad al-Sharaa, pemimpin kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS), kini menjadi wajah internasional Suriah. HTS, sebelumnya afiliasi Al-Qaeda, memelopori penggulingan Assad dan kini berupaya mengambil pendekatan lebih moderat dengan membangun hubungan diplomatik, termasuk dengan AS.
 
Baca: Milisi Druze Dituding Bunuh Massal Warga Badui di Suriah Selatan.


Namun, pemerintah baru menghadapi kecurigaan dari kelompok minoritas seperti Alawite, Kristen, Kurdi Suriah, dan Druze. Pemerintah juga kesulitan membentuk militer profesional dari gabungan eks-kelompok pemberontak, termasuk ekstremis.

Dalam bentrok di Sweida, pasukan pemerintah turun tangan di tengah konflik antara suku Bedouin dan milisi Druze. Namun mereka justru bentrok dengan milisi Druze, dan disebut bertanggung jawab atas pembunuhan warga sipil Druze serta pembakaran rumah, yang memicu serangan udara Israel.

Druze

Kaum Druze adalah komunitas minoritas Arab yang menganut ajaran keagamaan unik yang berasal dari cabang Islam abad ke-11. Mereka terkonsentrasi di Sweida, Quneitra, dan Jaramana, dengan sekitar 150.000 Druze juga tinggal di Israel dan Dataran Tinggi Golan.

Sebelum konflik minggu ini, komunitas Druze terbagi antara yang mendukung integrasi dengan pemerintah baru dan yang ingin mempertahankan otonomi. Selama perang saudara, mereka membentuk milisi sendiri dan sebagian mendukung Assad karena diberi otonomi serta dibebaskan dari wajib militer.

Presiden al-Sharaa dalam pidatonya Kamis menyatakan bahwa kaum Druze adalah bagian dari “kain kebangsaan Suriah” dan berjanji melindungi hak-hak mereka.

Bedouin

Suku Bedouin, mayoritas Sunni, juga tinggal di Sweida dan punya riwayat ketegangan dengan komunitas Druze. Ketegangan memuncak pada 2000 dan kembali terjadi pasca serangan ISIS di Sweida pada 2018.

Bentrokan terbaru dipicu oleh insiden perampokan dan penculikan yang melibatkan anggota suku Bedouin terhadap warga Druze. Setelah pasukan pemerintah turun tangan dan diduga berpihak pada Bedouin, serangan balasan oleh milisi Druze pun terjadi.

Israel

Israel, yang selama era Assad kerap menyerang posisi Iran dan milisi dukungannya di Suriah, kini menolak keberadaan pasukan pemerintah baru di dekat perbatasannya. Israel menganggap pemerintah al-Sharaa sebagai ancaman jihadis dan berjanji melindungi minoritas Druze.

Israel disebut melancarkan serangan udara ke Suriah minggu ini sebagai respons atas serangan terhadap komunitas Druze.

Sharaa menuduh Israel mencoba memecah belah bangsa Suriah, dan menyebut Israel sebagai dalang ketidakstabilan sejak rezim sebelumnya runtuh. Meski begitu, laporan menyebutkan Suriah dan Israel telah melakukan pembicaraan tidak langsung untuk meredakan ketegangan.

Amerika Serikat

Presiden Donald Trump bertemu dengan al-Sharaa pada Mei lalu di Arab Saudi, sebagai bentuk dukungan simbolis terhadap pemerintah baru Damaskus.

Saat kekerasan di Sweida terjadi, Washington melakukan diplomasi intensif untuk menengahi gencatan senjata. Menlu AS Marco Rubio menyatakan kekerasan ini “mengancam upaya membangun Suriah yang damai dan stabil” serta menegaskan AS tidak mendukung serangan udara terbaru Israel.

Tiongkok

Tiongkok, pendukung rezim Assad selama perang sipil, menyerukan penghormatan atas kedaulatan Suriah. Juru bicara Kemlu Tiongkok Lin Jian menyatakan “tidak boleh ada tindakan yang memperkeruh eskalasi” di Timur Tengah.

Pada Januari lalu, al-Sharaa bertemu dengan Dubes Tiongkok di Damaskus dalam pertemuan publik pertama kedua pihak sejak Assad tumbang. Suriah menyatakan ingin membangun “kemitraan strategis jangka panjang” dengan Beijing.

Turki

Turki mendukung pemerintah al-Sharaa dan ikut memediasi gencatan senjata. Kepentingan utama Ankara adalah mencegah pengaruh kelompok Kurdi, khususnya Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang berbasis di perbatasan utara dan dianggap terkait dengan kelompok separatis PKK.

Presiden Erdogan telah memperingatkan Israel untuk tidak memperburuk konflik dan meminta penarikan pasukan dari Suriah.


Pasukan Kurdi (SDF)

Pasukan SDF yang dipimpin Kurdi tidak terlibat langsung dalam kekerasan di Sweida. Namun, pada Maret lalu, SDF dan Damaskus menandatangani perjanjian untuk melebur kekuatan mereka dalam tentara nasional baru—dengan dukungan AS.

Perjanjian tersebut juga mencakup penyerahan kontrol perbatasan dan ladang minyak ke pemerintah pusat. Namun, implementasinya masih menemui hambatan dan krisis Sweida dikhawatirkan akan semakin menunda proses integrasi ini.

(Muhammad Reyhansyah)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Fajar Nugraha)