Penghapusan Aturan Ambang Batas Dinilai Buat Politik Lokal Lebih Dinamis

Mahkamah Konstitusi, Foto: Dok Medcom.id

Penghapusan Aturan Ambang Batas Dinilai Buat Politik Lokal Lebih Dinamis

Devi Harahap • 10 January 2025 13:48

Jakarta: Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60 Tahun 2024 yang mengubah ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold dinilai akan turut mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah. Lewat putusan tersebut, parpol yang tidak mendapatkan kursi di DPRD bisa mengusung pasangan calon.

Deputi Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Aji Pangestu mengatakan hal tersebut akan berdampak pada perilaku pemilih karena sebagian paslon yang menang dalam pilkada diusung oleh satu parpol.

"Sebab dari pantauan hasil Pilkada 2024, ada keinginan pemilih untuk tidak memilih calon yang didukung oleh koalisi partai politik yang gemuk dari KIM plus," kata Aji saat dihubungi, Jumat, 10 Januari 2025.

Aji menuturkan dengan putusan MK yang kemudian akan ditindaklanjuti dalam peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU), konstelasi politik pun makin dinamis. Dinamika politik ini terekam dari sikap politik parpol yang kemudian mengubah arah dukungannya di pilkada. 

“Artinya putusan MK tersebut memberikan harapan baru dan juga memperkuat demokrasi lokal. Rakyat akan diberikan pilihan yang lebih beragam karena partai politik non parlemen atau partai politik yang tidak memiliki kursi di legislatif, akhirnya dapat mencalonkan diri," ujarnya.
 

Baca juga: KPU Kota Batam Masih Menanti Putusan MK

Namun, harapan baik itu belum tentu bisa terwujud dengan cepat karena putusan peradilan ini menghendaki perubahan yang super cepat, sehingga mustahil dilakukan oleh semua elemen. Misalnya, persoalan mengubah kesepakatan koalisi di daerah-daerah yang terlanjur terbangun.

"Perubahan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) beserta harmonisasi di level KPU daerah, respons cepat Peraturan Badan Pengawas Pemilu (Perbawaslu) akibat perubahan PKPU, dan pun munculnya calon dadakan akibat putusan MK," katanya. 

Meski tujuan awalnya untuk menekan kotak kosong, kata Aji, perubahan aturan ambang batas tersebut berpotensi memunculkan lebih banyak calon alternatif. Namun, hasil penelusuran JPPR menunjukkan pascapilkada masih ada calon tunggal yang menang di daerah.

"Sebanyak 37 (calon tunggal menang) atau turun hanya 15,9 persen," katanya. 

JPPR menilai pemilih telah memahami urgensitas dalam menggunakan hak suaranya, yakni dengan memilih kepala daerah yang lebih baik di antara calon-calon yang buruk. Ini terlepas dari pro dan kontra terkait vote buying yang memengaruhi partisipasi pemilih secara substansial.

"Analisis tersebut semakin menguatkan sinyalemen positif terkait masa depan kedaulatan rakyat, dalam sistem pemilihan langsung," ungkapnya.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)