Ilustrasi. Medcom
Tri Subarkah • 28 February 2025 13:55
Jakarta: Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menerima 426 pengaduan terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero), Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada 2018-2023. Kasus dugaan rasuah ini tengah ditangani penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung).
Direktur LBH Jakarta Muhammad Fadhil Alfathan menjelaskan pengaduan itu bakal menjadi forum untuk memverifikasi ulang. Hal ini untuk memastikan ada atau tidaknya dampak yang dirasakan masyarakat terkait praktik blending atau pengoplosan minyak RON 92 atau Pertamax dengan RON yang lebih rendah, seperti Pertalite.
Berdasarkan konstruksi perkara yang dilakukan Kejagung, Fadhil mengatakan ada dua skenario gugatan yang dapat dilakukan, yakni gugatan warga negara atau citizen law suit dan gugatan perwakilan kelompok atau class action.
"Kalau problemnya ada di tata kelola atau kebijakan, kita bisa mengajukan gugatan warga negara atau citizen law suit. LBH Jakarta pernah ajukan beberapa kali, yang paling baru itu adalah gugatan polusi udara Jakarta," ujar Fadhil di Kantor LBH Jakarta, Jumat, 28 Februari 2025.
Sementara itu, skenario class action dapat diajukan jika masalah utama yang dihadapi terkait implementasi kebijakan yang buruk dan berdampak secara masif serta meluas ke masyarakat. Menurut Fadhil, gugatan jenis ini diajukan dengan berbasis pada kepentingan umum lewat Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Dia berpendapat gugatan ke pengadilan dapat diajukan tanpa menunggu proses penyidikan tindak pidana korupsinya rampung dikerjakan penyidik Jampidsus Kejagung atau sampai ada putusan yang berkekuatan hukum tetap alias inkrah. Artinya, gugatan warga bakal diajukan secara paralel.
"Pidana kan jalan, kerugiannya juga harus dipulihkan secara paralel," tegas Fadhil.
Baca Juga:
Skandal Pertamax Abal-Abal Bikin Masyarakat Geram |