Ilustrasi pemilahan sampah. Dok. Istimewa
Achmad Zulfikar Fazli • 22 September 2025 17:13
Purwakarta: Kabupaten Purwakarta tengah menapaki jalan perubahan dalam pengelolaan sampah. Lewat program Improvement of Solid Waste Management to Support Regional and Metropolitan Cities Project (ISWMP), sebuah kawasan kecil di Desa Tegalsari menjadi tempat lahirnya harapan, memilah sampah dari rumah bisa menjadi kebiasaan, bukan kewajiban semata.
Melalui ISWMP, Kabupaten Purwakarta mendapat suntikan semangat dan strategi baru. Proyek ini tak hanya bicara soal infrastruktur atau pengadaan alat, tapi juga soal perubahan cara pikir, semua aspek harus diurus, termasuk soal tata kelola, pendanaan dan peran serta masyarakat.
“Program ISWMP bukan hanya tentang pembangunan fisik, tetapi tentang perubahan cara pandang kita terhadap sistem pengelolaan sampah. Ketika TPST menjadi bagian dari sistem yang terhubung dari kebijakan hingga kebiasaan masyarakat, maka kita tidak sekadar mengelola sampah, tapi sedang merawat masa depan bersama,” ujar Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum, Dewi Chomistriana, dalam keterangannya, Senin, 22 September 2025.
Program ISWMP tidak hanya membangun infrastruktur fisik, tetapi juga membenahi sistem layanan dari hulu hingga hilir. Implementasi ISWMP fokus pada lima pilar utama, yakni:
- Penyusunan dan penetapan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Sampah (RISPS) serta penguatan regulasi lewat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.
- ?Peningkatan peran aktif masyarakat dan pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah.
- ?Penguatan kelembagaan pengelolaan sampah agar lebih efektif.
- ?Pengembangan mekanisme pendanaan dan sistem penarikan retribusi pengelolaan sampah.
- ?Dukungan pendanaan pembangunan fasilitas pengolahan sampah berteknologi tinggi.
ISWMP membantu Pemerintah Kabupaten Purwakarta menyusun RISPS sebagai peta jalan jangka panjang. Bersamaan dengan itu, didorong pula penyusunan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah untuk menguatkan aspek hukum dan retribusi persampahan.
Peran Kementerian Dalam Negeri sangat krusial dalam proses kelembagaan dan penguatan sistem retribusi daerah. Sedangkan, Kementerian Kesehatan turut aktif dalam kegiatan edukasi masyarakat tentang dampak sampah terhadap kesehatan lingkungan.
Pembangunan TPST di Purwakarta menjadi salah satu bukti nyata pendekatan ini. TPST ini tidak hanya berfungsi sebagai pusat pengolahan sampah, tetapi juga sebagai contoh penerapan teknologi pengolahan modern yang mampu menghasilkan nilai tambah, baik secara ekonomi maupun lingkungan, dan dapat direplikasi di wilayah lain.
Dengan kombinasi lima pilar tersebut, Kabupaten Purwakarta mulai menunjukkan hasil yang signifikan, yakni sistem pemilahan sampah dari sumber mulai terbentuk, rantai layanan pengangkutan sampah semakin tertata, kolaborasi dengan sektor swasta menguat, dan proses pengolahan kini diarahkan untuk mengoptimalkan potensi ekonomi dari material daur ulang serta produksi energi alternatif seperti RDF (Refuse Derived Fuel).
Tegalsari Paling Potensial
Salah satu inovasi penting ISWMP di Purwakarta adalah pelaksanaan Pilot Project di Kampung Cijati RT 09 RW 05, Desa Tegalsari, Kecamatan Tegalwaru. Wilayah ini bukan yang paling maju, tetapi karena memiliki potensi yang besar untuk tumbuh. Kawasan ini dekat dengan TPST Tegalsari, dan sudah memiliki Bank Sampah Unit (BSU) Sari Asih yang aktif sejak 2020.
Koordinasi dilakukan sejak awal November 2024, dimulai dengan dialog antara Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Purwakarta dan pemerintah desa. Warga dilibatkan sejak awal tidak hanya diajak ikut, tapi juga diberi ruang untuk terlibat langsung.
Pelaksanaan dimulai dengan sangat sederhana. Ada dropbox untuk sampah daur ulang, ember untuk sampah residu, trash bag, stiker untuk rumah yang sudah memilah, dan gerobak sorong untuk mengambil sampah dari gang-gang kecil. Setiap Senin dan Kamis, sampah terpilah dikumpulkan. Dua kali seminggu, sampah ditimbang dan dicatat.
Edukasi dilakukan langsung ke rumah-rumah, bukan sekadar tempel poster. Sampah organik diolah jadi kompos, yang anorganik disalurkan ke Bank Sampah Sari Asih. Sisa makanan juga dimanfaatkan, tidak langsung dibuang begitu saja.
Hasilnya Tidak Instan
Perubahan tidak terjadi dalam semalam. Namun, berkat pendampingan yang intensif dan pendekatan yang humanis, hasilnya mulai terasa.
Hingga Februari 2025, tercatat 71 Kepala Keluarga (KK) di RW 05 Desa Tegalsari, Kec. Sukatani Kab. Purwakarta, telah aktif memilah sampah dari rumah. Mereka memisahkan sampah ke dalam tiga kategori, yakni organik, anorganik, dan residu.
Meski secara angka belum tergolong masif, pencapaian ini merupakan tonggak penting dalam membangun kebiasaan baru di tengah masyarakat. Lebih dari sekadar statistik, keberhasilan ini mencerminkan tumbuhnya kesadaran warga bahwa pengelolaan sampah bukan hanya urusan pemerintah, tetapi tanggung jawab bersama.
Dari kegiatan ini juga lahir sejumlah praktik baik (best practices) yang bisa direplikasi di wilayah lain. Mulai dari model pelibatan kader lingkungan, sistem insentif berbasis partisipasi, hingga format pelaporan dan evaluasi warga, semuanya terbukti efektif dalam mendorong perubahan perilaku.
Pencapaian ini turut mendukung target nasional Program ISWMP melalui paket pekerjaan Peningkatan Peran Aktif Masyarakat (PPAM) dalam meningkatkan persentase rumah tangga yang memilah sampah dari sumber. Ini bukan hanya keberhasilan teknis, tetapi juga kemenangan budayamenggeser paradigma lama menuju gaya hidup yang lebih ramah lingkungan.
“Indikator keberhasilan kinerja PPAM adalah apabila sampah yang masuk ke TPST sudah terpilah. Kegiatan pilot project ini merupakan upaya nyata dalam mendorong perubahan perilaku masyarakat untuk memilah sampah. Harapan kami tentu kegiatan pilot project ini dapat direplikasi ke wilayah lain,” ujar Ketua Central Project Management Unit (CPMU) ISWMP, Sandhi Eko Bramono.
Pilot project di Desa Tegalsari bukan sekadar eksperimen jangka pendek yang berakhir di tumpukan laporan akhir. Sejak awal, pemerintah desa bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Purwakarta menegaskan inisiatif ini harus menjadi titik awal transformasi berkelanjutan dalam pengelolaan sampah berbasis komunitas.
Serangkaian langkah strategis telah disiapkan secara sistematis. Sarana pemilahan disediakan agar setiap rumah tangga memiliki fasilitas yang memadai untuk memisahkan sampah organik, anorganik, dan residu.
Peran kader lingkungan diperkuat, tidak hanya sebagai penggerak, tetapi juga sebagai agen perubahan yang menjadi rujukan warga dalam praktik pengelolaan sampah yang benar. Bahkan, skema insentif dirancang bagi kader dan warga yang konsisten melakukan edukasi dan pemilahan, sehingga semangat gotong royong dapat terus terjaga.
Pemerintah desa berencana menggagas aturan tingkat desa, baik dalam bentuk Peraturan Desa (Perdes) maupun sanksi sosial, untuk menindak tegas perilaku membuang sampah sembarangan. Pendekatan ini tidak dimaksudkan untuk menghukum, tetapi untuk membangun kesadaran kolektif bahwa kebersihan lingkungan adalah bagian dari tata kehidupan bersama yang harus dijaga bersama-sama.
Langkah-langkah ini menunjukkan Tegalsari memahami inti dari pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Berupa perubahan perilaku, dukungan regulasi, dan konsistensi pendampingan.
Dengan kombinasi tersebut, desa ini berpotensi menjadi model percontohan bagi wilayah lain di Purwakarta maupun daerah lain di Indonesia yang ingin mewujudkan sistem pengelolaan sampah yang mandiri, efektif, dan partisipatif.