Serangan Israel Tewaskan 89 Warga Gaza, Sebagian Besar saat Mengantre Bantuan

Warga mengevakuasi korban serangan Israel di sekitar pusat distribusi bantuan di Gaza. (Anadolu Agency)

Serangan Israel Tewaskan 89 Warga Gaza, Sebagian Besar saat Mengantre Bantuan

Willy Haryono • 18 June 2025 21:07

Gaza: Sedikitnya 89 warga Palestina tewas dalam dua hari terakhir di Jalur Gaza akibat serangan Israel. Sebagian besar dari mereka merupakan warga sipil yang sedang mengantre bantuan makanan di pusat distribusi bantuan.

Hingga Rabu, 18 Juni 2025, menurut laporan The New Arab, sebanyak 32 orang dilaporkan tewas dalam berbagai serangan udara dan penembakan di sejumlah wilayah Gaza, termasuk Rafah, Khan Younis, Gaza City, dan kamp pengungsi Maghazi.

Sebelumnya pada Selasa kemarin, lebih dari 70 warga tewas ketika tank, drone, dan senapan mesin berat Israel menargetkan kerumunan orang di jalan utama Khan Younis. Warga-warga tersebut tengah menunggu bantuan berupa tepung dari Gaza Humanitarian Foundation (GHF), lembaga distribusi yang menuai kontroversi karena beroperasi di bawah pengawasan militer Israel.

Juru bicara Pertahanan Sipil Gaza, Mahmud Bassal, menyebutkan lebih dari 200 orang terluka dalam insiden tersebut.

“Drone Israel menembaki warga sipil. Beberapa menit kemudian, tank-tank Israel menembakkan peluru ke arah mereka, menimbulkan banyak korban syahid dan luka-luka,” ujarnya.

Bantuan Jadi Sasaran

Hari Selasa kemarin menjadi hari paling mematikan sejak GHF mulai beroperasi pada 26 Mei lalu. Sejak saat itu, lebih dari 300 warga Palestina tewas dan setidaknya 2.800 lainnya luka-luka saat mencoba mengakses bantuan makanan dasar.

PBB mengecam keras insiden tersebut. “Ini tidak dapat diterima,” tegas juru bicara Deputi Sekjen PBB, Farhan Haq, yang menyoroti fakta bahwa warga sipil “ditembaki saat mengantre bantuan.”

Di Gaza bagian selatan, 11 warga sipil yang tengah menunggu bantuan di dekat koridor Netzarim tewas akibat tembakan Israel. Wilayah ini menjadi titik penyumbatan distribusi bantuan, karena hanya sedikit truk yang diizinkan masuk.

Warga yang mengantre seringkali menjadi sasaran tembakan atau serangan penjarahan, yang oleh otoritas lokal disebut sebagai upaya sengaja untuk menciptakan kekacauan.

Di lokasi lain, serangan udara Israel juga menewaskan 10 orang dalam sebuah rumah di kamp pengungsi Maghazi, tiga orang termasuk satu anak di Gaza City, serta delapan pengungsi yang tinggal di tenda di kawasan al-Mawasi, dekat Khan Younis.

Para penyintas menggambarkan situasi horor di lapangan—anak-anak ditembak, mayat berserakan, dan tembakan terus berlanjut meskipun warga berusaha melarikan diri. Petugas medis di Rumah Sakit Nasser melaporkan bahwa beberapa korban tidak dapat dikenali karena tubuh mereka “hancur berkeping-keping.”

“Puluhan warga sipil, termasuk anak-anak, tewas. Tidak ada yang bisa menolong mereka,” ujar Saeed Abu Liba, salah satu penyintas. “Saya selamat hanya karena mukjizat,” kata penyintas lainnya, Mohammed Abu Qeshfa.

Hingga saat ini, pihak Israel belum memberikan penjelasan resmi atas penembakan pada hari Selasa. Pernyataan sebelumnya dari militer Israel hanya menyebutkan bahwa tembakan peringatan dilepaskan ke arah ‘tersangka yang tidak dikenal’, tanpa disertai bukti.

Krisis Pangan dan Kesehatan

Israel hanya mengizinkan sedikit truk bantuan masuk ke Gaza, sebagian besar melalui koridor Netzarim. GHF baru mulai mendistribusikan sedikit bantuan pada akhir Mei, setelah Israel mencabut sebagian blokade total terhadap makanan, obat-obatan, dan kebutuhan pokok yang telah berlangsung hampir tiga bulan.

Blokade ini telah menimbulkan kekhawatiran akan kelaparan di wilayah dengan 2,3 juta penduduk tersebut.

Sejak 7 Oktober 2023, serangan Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 185.000 orang, menurut otoritas lokal, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak. Lebih dari 11.000 orang masih dilaporkan hilang di bawah reruntuhan.

Meski jumlah korban terus bertambah, Israel tetap menolak masuknya bantuan kemanusiaan independen, hanya mengizinkan pengiriman dari GHF—sebuah lembaga yang dikritik luas karena beroperasi di bawah pengawasan militer Israel dan tidak melibatkan organisasi kemanusiaan resmi.

Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Selasa juga memperingatkan bahwa krisis bahan bakar makin melumpuhkan sistem kesehatan Gaza. Dari 36 rumah sakit yang ada, hanya 17 yang masih beroperasi secara parsial, dengan kapasitas tempat tidur kurang dari separuh dibanding sebelum perang. 

WHO menyebut bahwa Israel telah memblokir akses bahan bakar selama lebih dari 100 hari.

“Selama lebih dari 100 hari, tidak ada bahan bakar yang masuk ke Gaza, dan upaya pengambilan dari zona evakuasi pun ditolak,” kata Rik Peeperkorn, perwakilan WHO di wilayah Palestina.

Baca juga:  Sekjen PBB Kutuk Israel atas Penembakan Warga Gaza yang Antre Bantuan Makanan

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Willy Haryono)