Ramai Diperbincangkan, Begini Kajian Soal Etanol

Campuran etanol/Ilustrasi Kementerian ESDM.

Ramai Diperbincangkan, Begini Kajian Soal Etanol

M Sholahadhin Azhar • 8 October 2025 15:00

Jakarta: Kandungan etanol dalam bahan bakar minyak (BBM), ramai diperbincangkan belakangan. Bahan tersebut digadang menjadi komponen utama menuju transisi energi bersih.

Guru Besar Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (ITB), Tri Yus Widjajanto, membeberkan kajian soal etanol. Fokus pada kandungan etanol di Pertamina, dia menyebut kadar komponen tersebut hingga 3,5 persen, sesuai dengan standar internasional.

“Kalau kandungan etanolnya hanya 3,5%, energi yang turun hanya sekitar 1%. Artinya daya mesin hanya berkurang sekitar 1 persen, dan itu tidak akan terasa dan tidak berpengaruh ke konsumsi bahan bakar maupun tarikan (performa) kendaraan,” kata Tri dalam keterangan yang dikutip Rabu, 8 Oktober 2025.

Dosen Jurusan Rekayasa Minyak dan Gas Institut Teknologi Sumatra (ITERA), Muhammad Rifqi Dwi Septian, menyatakan pandangan serupa. Dia menilai penggunaan etanol sangat baik untuk terus dikembangkan di Tanah Air.

“Kalau dikaji lebih lanjut dan terus ditindaklanjuti, penggunaan etanol sangat potensial. Selain lebih ramah lingkungan, juga bisa memperkuat ketahanan energi nasional,” kata Rifqi.

Rifqi juga merespons anggapan etanol dapat menyebabkan karat atau kerusakan mesin. Menurut Rifqi, hal tersebut merupakan pandangan yang salah kaprah.
 


“Kalau produksinya sesuai standar dan sistem penyimpanannya baik, risikonya sangat kecil. Apalagi kendaraan modern sekarang sudah kompatibel dengan bahan bakar campuran etanol,” kata Rifqi.

Sejumlah negara di dunia mendorong penggunaan etanol sebagai campuran BBM. Hal ini dilakukan untuk menekan emisi karbon dari sektor transportasi, sekaligus bagian dari strategi global menuju transisi energi bersih.

Mengutip hasil riset Energy Information Administration (EIA), Amerika Serikat telah lama menggunakan campuran etanol dalam bensin dengan tiga varian utama, yakni E10 (etanol 10%), E15 (etanol 15%), dan E85 (etanol 85%). Jenis E10 merupakan campuran dengan kandungan 10 persen etanol, yang menjadi standar nasional. Karena, mampu menurunkan emisi gas rumah kaca tanpa mengorbankan performa mesin secara signifikan. 

Tren serupa juga terlihat di Eropa dan Asia, di mana pemerintah dan industri energi berlomba memperluas penggunaan bioetanol sebagai bagian dari komitmen global mengurangi emisi. Termasuk, Indonesia yang baru menggunakan etanol 3,5% dalam kandungan BBM nya.

Uni Eropa pun tengah mengkaji penerapan bensin E20 atau campuran 20 persen etanol yang dinilai mampu menurunkan emisi karbon hingga 6 persen dibandingkan E10. Seperti dikutip dari EU Research & Innovation, kebijakan ini masih dalam tahap uji karena memerlukan kesiapan teknologi kendaraan dan pasokan bioetanol yang memadai. 

Sementara itu, Argus Media mencatat peningkatan tajam konsumsi bensin E10 di Jerman berkat harga yang lebih kompetitif dan penerimaan masyarakat yang semakin baik terhadap bahan bakar ramah lingkungan.

Di sisi lain, India menjadi contoh negara berkembang yang agresif dalam mendorong program biofuel nasional. Seperti dikutip dari Press Information Bureau (PIB) Pemerintah India, negara tersebut menargetkan pencampuran 20 persen etanol dalam bensin (E20) pada tahun 2025 untuk menekan impor minyak mentah dan memberikan nilai tambah bagi petani tebu serta industri biomassa. Lembaga energi internasional juga mencatat tren serupa.

Laporan International Energy Agency (IEA) yang berjudul “Renewables 2023” menyebut, permintaan biofuel meningkat pesat di negara berkembang seperti Brasil, Indonesia, dan India. IEA memperkirakan konsumsi etanol global akan terus tumbuh seiring upaya dekarbonisasi transportasi yang kian masif.

Secara global, penerapan kebijakan biofuel kini menjadi arus utama di lebih dari 70 negara. Seperti dikutip dari ResourceWise, Amerika Serikat dan Uni Eropa menjadi pelopor dalam kebijakan wajib pencampuran etanol, sementara kawasan Asia Selatan dan Amerika Latin mulai mempercepat implementasinya. Tren ini menunjukkan bahwa etanol kini menjadi bagian penting dari masa depan energi bersih dunia.

Campuran etanol/Ilustrasi Kementerian ESDM.

Sejalan dengan tren global itu, pemerintah Indonesia mulai memperkenalkan kebijakan pencampuran etanol dalam BBM Pertamina. Namun, langkah ini sempat menuai reaksi dari sejumlah SPBU swasta seperti Shell, BP-AKR, dan Vivo yang menilai kandungan etanol dalam base fuel Pertamina berpotensi memengaruhi kualitas bahan bakar. 

Etanol merupakan hasil fermentasi bahan nabati seperti tebu, jagung, atau singkong. Di banyak negara, senyawa ini sudah menjadi komponen wajib dalam bensin karena terbukti membantu peningkatan oktan dan penurunan emisi. Langkah Indonesia untuk mengadopsi kebijakan serupa bukan hanya aman secara teknis, tetapi juga selaras dengan arah transisi energi bersih yang sedang ditempuh komunitas global.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(M Sholahadhin Azhar)