Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas bersama Donald Trump di tahun 2017. (Anadolu Agency)
Riza Aslam Khaeron • 14 May 2025 13:31
Washington DC: Spekulasi besar menyelimuti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Teluk-Amerika Serikat yang berlangsung di Riyadh, Arab Saudi, pada hari ini, 14 Mei 2025, terkait kemungkinan pengakuan resmi Presiden AS Donald Trump atas kedaulatan negara Palestina.
Kabar ini pertama kali diungkap oleh seorang diplomat Teluk kepada The Media Line dan menjadi topik utama menjelang pertemuan antara Trump dan para pemimpin negara-negara Teluk.
"Presiden Donald Trump akan mengeluarkan deklarasi mengenai Negara Palestina dan pengakuan Amerika atasnya, serta akan ada pembentukan negara Palestina tanpa kehadiran Hamas," ujar sumber diplomatik Teluk yang tidak disebutkan namanya, mengutip The Media Line pada Sabtu, 11 Mei 2025.
Menurut sumber tersebut, jika deklarasi ini benar terjadi, maka akan menjadi pernyataan paling bersejarah yang mengubah keseimbangan kekuatan di Timur Tengah dan mendorong lebih banyak negara untuk bergabung dengan Abraham Accords. Selain itu, disebutkan bahwa negara Palestina yang akan diakui adalah entitas yang tidak menyertakan Hamas dalam struktur kekuasaannya.
Para analis menyoroti bahwa jika langkah ini benar terjadi, maka Trump akan menjadi presiden AS pertama yang secara eksplisit menyatakan pengakuan terhadap Palestina sebagai negara berdaulat. Isu ini juga dinilai akan memicu reaksi keras dari berbagai pihak, baik di Israel maupun dari kelompok-kelompok Palestina yang menolak pemisahan antara Palestina dan Hamas.
Meskipun Trump belum mengonfirmasi secara langsung, ia sempat menyatakan akan membuat "pengumuman yang sangat penting" selama pertemuan dengan Perdana Menteri Kanada Mark Carney pada 6 Mei lalu di Gedung Putih. Hal ini memicu spekulasi bahwa deklarasi Palestina bisa menjadi bagian dari pengumuman tersebut.
Namun sejumlah pengamat seperti Ahmed Al-Ibrahim, mantan diplomat Teluk, meragukan bahwa Palestina akan menjadi fokus utama KTT ini. Ia menilai absennya Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi dan Raja Yordania Abdullah II—dua pemimpin negara yang paling dekat dengan Palestina—menunjukkan bahwa agenda tersebut bukan prioritas.
Baca Juga: Dorong Babak Baru Hubungan Bilateral, Trump Cabut Sanksi terhadap Suriah |