Hukum Larangan Penggunaan Cadar di Kirgizstan Mulai Berlaku

Wanita bercadar di sebuah acara di Kota Osh, 2016. (K-News)

Hukum Larangan Penggunaan Cadar di Kirgizstan Mulai Berlaku

Riza Aslam Khaeron • 2 February 2025 12:17

Bishkek: Pemerintah Kirgizstan resmi memberlakukan larangan penggunaan cadar atau niqab di tempat umum. Kebijakan ini mulai berlaku efektif pada tanggal 1 Februari 2025, setelah ditandatangani oleh Presiden Sadyr Japarov pada tanggal 21 Januari 2025.

Larangan ini merupakan bagian dari amandemen Undang-Undang tentang Kebebasan Beragama dan Asosiasi Keagamaan, yang bertujuan untuk meningkatkan keamanan dan mencerminkan identitas individu di ruang publik.
 

Latar Belakang Larangan

Melansir Radio Free Europe, pada Minggu, 2 Februari 2025, gerakan pelarangan cadar Kirgizstan sebelumnya dimulai dengan kampanye "Where Are We Headed?" hampir satu dekade lalu yang bertujuan untuk membendung pengaruh Islam yang garis keras dan mendorong nilai-nilai sekuler.

Kampanye ini menampilkan publik mengenai dampak peningkatan penggunaan pakaian Islami terhadap identitas budaya nasional Kirgizstan.

Lalu pada tahun 2023, anggota parlemen Sharapatkan Mazhitova menyoroti tren penggunaan Cadar di bagian selatan Kirgizstan setelah mengunjungi wilayah Osh, di mana ia mengklaim bahwa "setiap empat perempuan mengenakan niqab, dan jumlah mereka terus bertambah." Ia juga mengusulkan larangan terhadap janggut panjang pada pria, yang sering dikaitkan dengan kelompok konservatif.

Komite Negara untuk Urusan Agama Kirgizstan kemudian mengajukan undang-undang ini untuk diskusi publik pada Agustus 2024. Ketua Komite, Azamat Yusupov, menjelaskan bahwa undang-undang yang lama sudah tidak relevan dan tidak mampu mengatasi perkembangan dalam komunitas keagamaan. 

“Banyak masalah yang saat ini menghambat kebijakan agama yang efektif tidak diatur dalam undang-undang lama. Perubahan ini diperlukan untuk menangani berbagai persoalan terkait literatur keagamaan, pendirian sekolah agama, serta penyebaran ideologi ekstremisme,” ujar Yusupov, mengutip Cabar

Selain itu, mereka berandil banyak warga Kirgizstan yang belajar agama di luar negeri dan kembali dengan interpretasi yang lebih konservatif, yang menurut pemerintah dapat mengancam stabilitas sosial.

Melansir Central Asian Bureau for Analytical Reporting (Cabar) pada Minggu, 2 Februari 2025, pemerintah Kirgizstan pada tahun 2025 menilai bahwa larangan ini diperlukan untuk mencegah radikalisasi serta identifikasi yang jelas bagi individu di tempat umum dan lembaga pemerintahan.

Pemerintah menilai bahwa selama bertahun-tahun, meningkatnya pengaruh gerakan Islam konservatif di Kirgizstan telah menjadi isu yang diperdebatkan. Di beberapa wilayah, terutama di selatan, semakin banyak perempuan yang mengenakan cadar, suatu fenomena yang tidak lazim di Kirgizstan sebelumnya.

Amandemen ini juga melarang penyebaran ajaran agama melalui kunjungan dari rumah ke rumah yang disebut "dakwah" dan memperketat pengawasan terhadap aktivitas kelompok keagamaan asing. Pemerintah menilai banyak kelompok asing yang menyebarkan ajaran radikal yang bertentangan dengan nilai-nilai sekuler Kirgizstan.
 
Baca Juga:
Profil Salwan Momika, Pelaku Pembakaran Al-Quran yang Baru Ditembak Mati


Reaksi Publik dan Kritik

Meskipun didukung oleh pemerintah, larangan ini memicu terjadinya di masyarakat Kirgizstan. Beberapa pihak menilai kebijakan ini sebagai upaya menjaga keamanan nasional, sementara yang lain menganggapnya sebagai kebebasan beragama.

Dikutip dari Radio Free Europe pada 2 Februari 2025, seorang perempuan bercadar di kota Kara-Suu mengungkapkan kekhawatirannya, "Saya mulai mengenakan niqab atas permintaan suami saya enam tahun lalu. Sekarang dengan larangan ini, saya tidak tahu harus bagaimana. Saya bahkan mulai menghindari keluar rumah."

Sementara itu, Erzhan Sulaiman, seorang pengacara dan aktivis hak asasi manusia, menyatakan bahwa larangan ini dapat melanggar kebebasan beragama, sebagaimana diatur dalam standar internasional.

“Jika negara ingin mengurangi penggunaan niqab, seharusnya dilakukan melalui pendidikan, bukan dengan larangan,” ujar Sulaiman melansir Cabar pada 2 Februari 2025.

Namun, pemerintah Kirgizstan menegaskan bahwa larangan ini tidak berlaku untuk hijab, yang hanya menutupi rambut dan leher. Parlemen Kirgizstan menekankan bahwa "tidak ada keputusan terhadap hijab karena itu adalah bagian dari tradisi dan agama kita," ujar Ketua Parlemen Nurlanbek Shakiev saat mengajukan rencana undang-undang tahun lalu.
 

Dampak dan Implementasi

Berdasarkan kebijakan baru ini, perempuan yang masih mengenakan niqab di tempat umum akan dikenakan denda sebesar 20.000 som Kirgizstan (sekitar USD 230 atau Rp3,6 juta).

Kirgizstan bukan satu-satunya negara di Asia Tengah yang menerapkan aturan ketat terhadap pakaian keagamaan. Tajikistan, Kazakhstan, dan Uzbekistan telah melarang hijab di sekolah dan kantor pemerintah sejak bertahun-tahun yang lalu. Sementara itu, Turkmenistan mewajibkan perempuan mengenakan pakaian tradisional nasional di tempat kerja dan acara publik.

Para analis menilai bahwa kebijakan ini bisa berdampak luas terhadap hubungan sosial di Kirgizstan, terutama bagi perempuan yang selama ini mengenakan niqab sebagai bagian dari keyakinan pribadi mereka.

Dikutip dari Cabar pada 2 Februari 2025, masih banyak memuat di media sosial tentang apakah kebijakan ini benar-benar diperlukan atau hanya akan semakin memarginalisasi perempuan Muslim yang taat.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(M Rodhi Aulia)