265 Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak Terjadi di Makassar Sepanjang 2025

Ilustrasi kekerasan anak dan perempuan. (Medcom.id)

265 Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak Terjadi di Makassar Sepanjang 2025

Muhammad Syawaluddin • 3 June 2025 22:37

Makassar: Dinas Pemberdaayan Perlindungan Perempuan dan Anak (DPPA) melalui UPTD PPA Kota Makassar mencatat, sepanjang 2025 ada 265 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Ketua Tim Reaksi Cepat (TRC) UPTD PPA Makmur mengatakan, dari ratusan kasus itu, anak menjadi korban terbanyak.

"Kasus KTA tercatat tertingi sebanyak 146 kasus," katanya, di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa, 3 Juni 2025.

Makmur memerinci yakni 98 anak perempuan dan 48 anak laki-laki menjadi korban kekerasan. Data tersebut berdasarkan catatan UPTD PPA Makassar mulai Januari-Mei 2025.

"Kekerasan terhadap perempuan (KTP) juga cukup tinggi mencapai 39 orang korban. Selanjutnya, kasus anak berhadapan hukum (ABH) sebanyak 28 orang, 23 di antaranya anak laki-laki dan sisanya lima anak perempuan," ungkapnya. 

Sedangkan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menempati posisi keempat dengan jumlah 19 kasus. Tercatat sebanyak 18 korban merupakan perempuan, dan hanya satu korban laki-laki.

"Untuk kasus penyintas disabilitas, satu orang korban laki-laki dan korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPSA) ada dua kasus masing-masing satu laki-laki dan satu perempuan," jelasnya. 

UPTD PPA juga menerima laporan anak yang memerlukan perlindungan khusus, yakni satu anak laki-laki dan satu anak perempuan. Dari jumlah penanganan UPTD PPA Makassar, tercatat 265 kasus, dengan korban perempuan paling banyak mencapai 183 orang, dan untuk 82 anak laki-laki.

Makmur menambahkan, penanganan hukum terhadap kasus kekerasan perempuan dan anak tetap mengacu pada Undang-Undang nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Mengatur pencegahan, perlindungan, akses keadilan, pemulihan, dan pemenuhan hak-hak korban kekerasan seksual.

"Penanaganannya kita mengacu pada Undang-undang TPKS. Tapi kalau kekerasan biasa atau hanya membentak (kekerasan verbal), itu bisa saja kita mediasi untuk mnecari jalan perdamaian," ujarnya. 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Lukman Diah Sari)