Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Foto: dok Kemenko Perekonomian.
Husen Miftahudin • 3 August 2025 16:30
Jakarta: Pemerintah mengandalkan industri kemasan yang dinilai tahan terhadap gejolak dan ketidakpastian ekonomi global. Maklum, ketidakpastian membuat ekonomi global tahun ini cuma tumbuh tiga persen, dipengaruhi oleh meningkatnya aktivitas ekonomi secara front loading serta penurunan tarif impor efektif oleh Amerika Serikat (AS).
Terlebih, nilai produksi industri kemasan nasional menunjukkan kenaikan dari Rp87,6 triliun pada 2022 menjadi Rp93,2 triliun di 2023. Angka ini diprediksi akan terus tumbuh hingga Rp105 triliun pada akhir 2025, yang didorong oleh meningkatnya konsumsi masyarakat, kemajuan teknologi pengemasan, serta pertumbuhan pesat sektor farmasi dan e-commerce.
"Ini artinya the growing industry of makanan minuman ini globally extraordinary. Walaupun dunia menghadapi berbagai macam ancaman, tantangan, pertumbuhan ekonomi rata-rata lima persen, tetapi selama masih ada pertumbuhan kelahiran, selama masih ada human resource atau semakin banyak SDM yang membutuhkan makan dan minum, maka disitu butuh packaging," ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dikutip dari siaran pers, Minggu, 3 Agustus 2025.
"Karena packaging ini membawa dari sumber kepada rumah masing-masing. Jadi ini industri yang menurut saya recession-proof," sambung Airlangga saat meresmikan pabrik kemasan aseptik pertama di Indonesia milik PT Lami Packaging Indonesia.
Lebih lanjut, Airlangga menyampaikan bahwa terkait kinerja ekspor, pada 2024 terdapat peningkatan dimana nilai ekspor mencapai USD30 juta. Sementara itu dari sisi impor, industri kemasan aseptik masih melakukan impor dengan nilai USD193 juta.
Hal tersebut menandakan pasar industri kemasan memiliki jangkauan yang luas dan masih terdapat ruang untuk terus mengoptimalkan produksi sektor tersebut sehingga diharapkan dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor.
Baca juga: KPAI Dorong Penerbitan PP Cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan |