Menlu AS Marco Rubio bertemu PM Benjamin Netanyahu di Israel. (Anadolu Agency)
Washington: Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Marco Rubio melontarkan pernyataan kontroversial pada hari Minggu kemarin, mengklaim bahwa kehadiran lebih banyak “warga Israel” di Timur Tengah dapat menjadikan dunia lebih aman. Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, menurut pernyataan resmi Kedutaan Besar AS di Israel.
Dalam kunjungan resmi pertamanya ke Israel sebagai Menteri Luar Negeri di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump, Rubio menyampaikan bahwa AS tetap teguh dalam mendukung Israel serta beberapa isu utama di kawasan, termasuk program nuklir Iran dan konflik di Jalur Gaza.
“Jika ada lebih banyak warga Israel di Timur Tengah, maka dunia akan menjadi tempat yang lebih aman dan lebih baik,” ujar Rubio dalam konferensi pers tersebut, dikutip dari Anadolu Agency, Senin, 17 Februari 2025.
Ancaman Nuklir Iran dan Konflik Gaza
Rubio juga menyoroti ambisi nuklir Iran, yang menurutnya merupakan ancaman eksistensial bagi stabilitas kawasan. Ia menegaskan bahwa Washington tidak akan membiarkan Teheran mengembangkan senjata nuklir.
“Iran tidak boleh memiliki senjata nuklir. Iran dengan senjata nuklir akan kebal dari tekanan dan tindakan, dan itu tidak boleh terjadi. Presiden juga telah sangat jelas mengenai hal ini,” tegasnya.
Selain itu, Rubio menyebut Iran sebagai sumber utama ketidakstabilan di kawasan karena dukungannya terhadap kelompok-kelompok bersenjata di Timur Tengah. Mengenai perang di Gaza, ia menegaskan bahwa Hamas tidak boleh dibiarkan terus beroperasi baik sebagai kekuatan militer maupun sebagai pemerintahan.
Kontroversi Usulan Trump
Pernyataan Rubio muncul di tengah kontroversi usulan Presiden Trump mengenai pengambilalihan Gaza dan pemindahan penduduknya untuk menjadikan wilayah tersebut sebagai "Riviera Timur Tengah.” Gagasan ini telah ditolak negara-negara Arab dan banyak kekuatan dunia lainnya, yang menilai rencana tersebut sebagai bentuk pembersihan etnis.
Saat ini, gencatan senjata Gaza yang berlaku sejak 19 Januari telah menghentikan serangan Israel yang menewaskan hampir 48.300 warga Palestina, sebagian besar di antaranya adalah perempuan dan anak-anak, serta menghancurkan sebagian besar wilayah terkepung milik Palestina tersebut.
Sebagai bagian dari perjanjian tahap pertama, sebanyak 19 tawanan Israel dan lima pekerja Thailand telah dibebaskan dengan imbalan pembebasan 1.135 tahanan Palestina.
Israel di Bawah Sorotan Internasional
Di sisi lain, Israel terus menghadapi tekanan hukum internasional. November lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Selain itu, Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) atas tindakannya dalam perang di wilayah tersebut. (
Muhammad Reyhansyah)
Baca juga:
Menlu AS Klaim Trump Ingin Dorong Negara Kawasan Terlibat Rekonstruksi Gaza