Kamis Pagi, Rupiah Menguat Tipis ke Rp15.368/USD

Ilustrasi. Foto: dok MI.

Kamis Pagi, Rupiah Menguat Tipis ke Rp15.368/USD

Husen Miftahudin • 14 September 2023 09:34

Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan perdagangan hari ini akhirnya mengalami penguatan, setelah beberapa hari terus melemah.
 
Mengutip data Bloomberg, Kamis, 14 September 2023, rupiah dibuka di level Rp15.368 per USD. Mata uang Garuda tersebut naik tipis dua poin atau setara 0,01 persen dari Rp15.370 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
 
Sementara menukil data Yahoo Finance, rupiah justru stagnan dan pagi ini berada di level Rp15.364 per USD.
 
Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi memperkirakan rupiah pada perdagangan di sepanjang hari ini akan bergerak secara fluktuatif. Meskipun begitu, mata uang Garuda tersebut akan ditutup melemah.
 
"Untuk perdagangan hari ini, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp15.350 per USD hingga Rp15.450 per USD," ungkap Ibrahim dikutip dari analisis harian.

Baca juga: Dolar AS Naik Tipis setelah Indeks Harga Konsumen AS Rilis
 

BI bakal pangkas suku bunga mulai 2024

 
Sementara itu, para ekonom memproyeksikan Bank Indonesia (BI) akan mulai menurunkan suku bunga acuannya di 2024, tepatnya kuartal kedua. Salah satu penyebabnya adalah stabilnya perekonomian AS dan inflasi yang terkendali dan mendekati dua persen.
 
Selain itu, pergeseran proyeksi ini karena nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang kembali melemah. Pasalnya, ini akan berdampak pada imported inflation (inflasi impor). Sehingga, suku bunga acuan BI yang saat ini berada di level 5,75 persen harus dipertahankan.
 
"Meskipun, inflasi sudah berada di kisaran target sasaran BI sebesar tiga persen plus minus satu persen, yaitu di level 3,27 persen secara tahunan (yoy) pada Agustus 2023," papar dia.
 
Di sisi lain, BI juga menunggu sinyal dari The Fed untuk berhenti menaikkan dan mulai menurunkan suku bunga acuannya. Kondisi itu sendiri dipengaruhi oleh tingkat inflasi di AS, apakah terkendali atau malah terjadi resesi.
 
Menurut Ibrahim, semakin memburuknya ekonomi di AS akan mempercepat sinyal turunnya suku bunga acuan The Fed atau Fed Fund Rate (FFR). Berdasarkan histori, bila The Fed menaikkan suku bunga secara agresif, maka ada kemungkinan terjadi resesi.
 
"Dampak kebijakan suku bunga yang ketat itu bisa satu sampai dua tahun ke depan. Sehingga para ekonom bisa memperkirakan apabila ekonomi AS mengalami resesi, hal tersebut akan berdampak pada tren hyper inflasi menurun," tutup Ibrahim.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)