Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie (tengah). Foto: Metrotnews.com/Siti Yona Hukmana.
Siti Yona Hukmana • 18 December 2025 16:20
Jakarta: Komisi Percepatan Reformasi Polri menggelar rapat pleno membahas berbagai masukan dari elemen masyarakat terkait Korps Bhayangkara. Salah satu yang dibahas ialah, penerbitan Perpol Nomor 10 Tahun 2025, tentang Anggota Polri aktif yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi Polri.
Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie mengatakan, Perpol tersebut dibahas karena menjadi sorotan masyarakat. Agar penempatan personel Polri di kementerian lembaga tidak menjadi polemik berkepanjangan, ia mengusulkan kepada pemerintah untuk memberikan solusi dengan membuat aturan lebih tinggi, yaitu peraturan pemerintah (PP).
"Supaya dia mengikat bukan hanya ke dalam, tapi juga ke semua instansi terkait sambil memperbaiki kekurangan-kekurangan," kata Jimly usai rapat pleno di posko Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jalan Darmawangsa, Jakarta Selatan, Kamis, 18 Desember 2025.
Usulan membuat PP disampaikan Komisi Percepatan Reformasi Polri kepada Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Indonesia, Yusril Ihza Mahendra yang juga anggota komisi. Namun, Yusril tidak hadir rapat pleno karena ikut Presiden Prabowo Subianto meninjau korban bencana di Sumatra Barat.
Meski demikian, Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Otto Hasibuan hadir dalam rapat pleno Komisi Percepatan Reformasi Polri. Jimly menyebut Otto akan mempersiapkan segala sesuatunya, dalam penyampaian masukan Komisi Percepatan Reformasi Polri dalam rapat koordinasi antar kementerian nanti.
Sementara itu, Otto menambahkan permasalahan Perpol 10/2025 akan diselesaikan melalui
Omnibus Law. Terlepas dari itu, Otto menyebut perdebatan-perdebatan hukum sejak adanya putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-XXIII/2025 sejatinya tidak perlu terjadi.
.jpg)
Sebab, kata Otto, inti persoalannya adalah apakah setuju dan apakah bermanfaat bila anggota kepolisian bisa menduduki jabatan di kelembagaan tertentu. Otto ingin menyelesaikan masalah tidak dengan saling mencari lubang kesalahan dengan hukum. Melainkan, ada pemahaman dan kesepakatan bersama apakah jabatan-jabatan tertentu yang ada kaitannya dengan Polri itu boleh atau wajib diduduki oleh Polri.
"Sebab kita tidak boleh hanya melihat, hanya saja kenyataannya di antara lembaga-lembaga yang ada di kementerian, banyak juga para pejabat-pejabat internal kementerian itu yang berkeberatan kalau ini diisi dari Polri," ungkap Otto.
Oleh karena itu, Otto menyebut perlu didiskusikan bersama mana kementerian lembaga yang boleh dijabat Polri, mana yang tidak. Keputusan ini pun dinilai tidak boleh hanya ada dalam kebijakan tertentu, tetapi harus ada pembicaraan antar lembaga.
"Nah disini tadi Prof Jimly membicarakan, mungkinkah ini di inisiasi oleh Kemenko Hukum, HAM, dan Imipas untuk mengkoordinir segala lembaga-lembaga, semua lembaga yang terkait untuk membicarakan ini. Supaya mungkin apakah perlu PP yang dikeluarkan segera untuk mengatasi persoalan ini," pungkas Otto.
Adapun, rapat pleno Komisi Percepatan Reformasi Polri ini dihadiri Wakapolri Komjen Dedi Prasetyo. Kemudian, mantan Kapolri Jenderal (Purn) Idham Azis, Prof. Jimly Asshiddiqie, Otto Hasibuan, mantan Menko Polhukam Mahfud MD, hingga Penasihat Khusus Presiden Bidang Keamanan, Ketertiban Masyarakat dan Reformasi Kepolisian, Ahmad Dofiri.