Ilustrasi. Foto: dok MI.
Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan perdagangan hari ini mengalami pelemahan.
Mengutip data Bloomberg, Rabu, 6 September 2023, rupiah hingga pukul 09.18 berada di level Rp15.311 per USD. Mata uang Garuda tersebut turun 41 poin atau setara 0,27 persen dari Rp15.270 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Sementara menukil data Yahoo Finance, rupiah berada di level Rp15.304 per USD, turun 45 poin atau setara 0,29 persen dari Rp15.259 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi memperkirakan rupiah pada perdagangan di sepanjang hari ini akan bergerak secara fluktuatif. Meskipun begitu, mata uang Garuda tersebut akan ditutup melemah.
"Untuk perdagangan hari ini, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp15.260 per USD hingga Rp15.320 per USD," ungkap Ibrahim dikutip dari analisis hariannya, Rabu, 6 September 2023.
Baca juga: Data Uni Eropa, Inggris, dan Jepang Bikin Dolar AS Kuat
Fitch pertahankan peringkat utang RI
Lebih lanjut Ibrahim mengungkapkan, anjloknya kurs rupiah terjadi di tengah keputusan Fitch yang kembali mempertahankan peringkat utang Indonesia pada BBB dengan
outlook stabil.
Keputusan ini mempertimbangkan prospek pertumbuhan
ekonomi Indonesia dalam jangka menengah yang baik serta rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang rendah.
Di sisi lain, Fitch melihat masih ada sejumlah tantangan yang perlu direspons, yaitu penerimaan pemerintah yang masih rendah serta beberapa indikator struktural termasuk indikator tata kelola yang relatif lebih rendah dibandingkan negara-negara lain pada peringkat yang sama.
Kemudian, sejumlah indikator seperti transaksi berjalan menunjukkan perbaikan dibandingkan sebelum pandemi, meskipun akan kembali ke level normal dalam beberapa tahun ke depan, dengan asumsi penurunan harga komoditas akan berlanjut.
Pada laporannya, Fitch menilai ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh lima persen pada 2023 didukung oleh konsumsi domestik yang solid, di tengah pelemahan ekspor dan eskalasi risiko dari tertahannya pemulihan ekonomi Tiongkok.
"Selain itu, Pemilu 2024 diperkirakan tidak memengaruhi investasi. Bahkan belanja pemilu partai dapat berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi dalam enam bulan ke depan," jelas Ibrahim.