Masih Tak Sanggup Lawan Dolar AS, Rupiah Melemah di Selasa Pagi

Ilustrasi. Foto: dok MI.

Masih Tak Sanggup Lawan Dolar AS, Rupiah Melemah di Selasa Pagi

Husen Miftahudin • 15 July 2025 09:51

Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah pada pembukaan perdagangan hari ini kembali mengalami pelemahan, di tengah ancaman tarif impor barang yang dipatok Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap Uni Eropa dan Meksiko.

Mengutip data Bloomberg, Selasa, 15 Juli 2025, rupiah hingga pukul 09.15 WIB berada di level Rp16.273,5 per USD. Mata uang Garuda tersebut melemah 23,5 poin atau setara 0,14 persen dari Rp16.250 per USD pada penutupan perdagangan sebelumnya.

Sementara menukil data Yahoo Finance, rupiah pada waktu yang sama berada di level Rp16.242 per USD. Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi memprediksi rupiah pada hari ini akan bergerak secara fluktuatif, meski demikian rupiah diprediksi akan melemah.

"Untuk perdagangan hari ini, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp16.240 per USD hingga Rp16.290 per USD," ujar Ibrahim dalam analisis harian.
 

Baca juga: Tarif Trump Bikin Dolar AS 'Gencet' 6 Mata Uang Utama Dunia
 

Trump patok tarif 30% untuk Uni Eropa dan Meksiko


Ibrahim mengungkapkan, Presiden AS Donald Trump pada akhir pekan lalu mengumumkan tarif 30 persen untuk Meksiko dan Uni Eropa, yang terbaru dari serangkaian tarif yang diumumkan selama seminggu terakhir. Tarif Trump akan berlaku efektif mulai 1 Agustus, sehingga memberikan waktu terbatas bagi negara-negara ekonomi utama untuk menyelesaikan lebih banyak kesepakatan perdagangan dengan Washington.

Trump mengindikasikan ia tidak akan memperpanjang batas waktu 1 Agustus. Presiden AS selama seminggu terakhir telah mengumumkan tarif terhadap beberapa negara ekonomi utama lainnya, termasuk bea masuk 25 persen untuk Jepang dan Korea Selatan, tarif 50 persen untuk Brasil, dan tarif 50 persen untuk impor tembaga.

Selain itu, Trump akan mengirim senjata ofensif (sistem pertahanan rudal patriot) ke Ukraina untuk membantunya dalam perang yang telah berlangsung lama. Hal ini terjadi setelah Trump pada akhir pekan lalu menyatakan kekecewaannya terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin atas keengganannya untuk melakukan gencatan senjata.

Fokus minggu ini tertuju pada data inflasi indeks harga konsumen AS untuk Juni, yang akan dirilis pada Selasa. Data tersebut diperkirakan akan menunjukkan peningkatan inflasi inti dan inflasi umum, dengan fokus utama pada apakah tarif Trump berkontribusi pada kenaikan harga.

"Inflasi yang stagnan kemungkinan akan memberi Federal Reserve lebih banyak dorongan untuk mempertahankan suku bunga, meskipun ada desakan dari Trump agar bank sentral segera memangkas suku bunga," terang Ibrahim.


(Ilustrasi kurs rupiah terhadap dolar AS. Foto: MI/Susanto)
 

Utang Luar Negeri Indonesia naik USD4,05 miliar


Sementara itu, sentimen dari dalam negeri terhadap kurs rupiah hari ini dipengaruhi oleh laporan Bank Indonesia (BI) terkait jumlah utang luar negeri (ULN) Indonesia yang pada Mei 2025 naik USD4,05 miliar atau sekitar Rp66 triliun, menjadi USD435,6 miliar atau sekitar Rp7.100,28 triliun (asumsi kurs JISDOR BI Rp16.300 per USD pada akhir Mei 2025).

"ULN tersebut mencatatkan kenaikan dalam dolar AS, tetapi jumlahnya justru menurun jika dikonversi menjadi rupiah, yakni dibandingkan April 2025 yang senilai USD431,55 miliar atau sekitar Rp7.197,76 triliun (asumsi kurs JISDOR akhir April 2025 Rp16.679 per USD)," beber Ibrahim.

Posisi ULN tersebut tumbuh 6,8 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada April 2025 sebesar 8,2 persen. Hal tersebut disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan ULN di sektor publik dan kontraksi pertumbuhan ULN swasta, secara umum struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.

Hal ini tercermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang terjaga sebesar 30,6 persen, serta didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 84,6 persen dari total ULN. Secara rinci, posisi ULN pemerintah pada Mei 2025 senilai USD209,6 miliar atau tumbuh sebesar 9,8 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan 10,4 persen pada April 2025.

Perkembangan ULN tersebut dipengaruhi oleh pembayaran jatuh tempo Surat Berharga Negara (SBN) internasional, di tengah aliran masuk modal asing pada SBN domestik, seiring tetap terjaganya kepercayaan investor global terhadap prospek perekonomian Indonesia di tengah ketidakpastian perekonomian global.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)