Wakil Ketua Komisi VII DPR Lamhot Sinaga. Foto: Istimewa.
Anggi Tondi Martaon • 9 October 2025 17:48
Jakarta: Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Lamhot Sinaga meminta pihak terkait menindak tegas impor tekstil ilegal. Sebab, praktik tersebut dinilai sangat merugikan industri tekstil nasional.
Lamhot menyampaikan impor tekstil dan produk tekstil (TPT) ilegal ke wilayah Indonesia sudah menjadi permasalahan yang serius karena jumlahnya diperkirakan mencapai 28 ribu kontainer setiap tahunnya. Selain memukul industri nasional, hal itu juga mengakibatkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran di sektor padat karya tersebut.
"Masuknya puluhan ribu kontainer tekstil ilegal ini sudah menembus titik kritis. Ini bukan hanya soal perdagangan, tapi soal kelangsungan hidup industri nasional," kata Lamhot dikutip dari Antara, Kamis, 9 Oktober 2025.
Berdasarkan data Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (APSyFI), ada sekitar 60 perusahaan tekstil nasional gulung tikar dalam dua tahun terakhir. Hal itu disebabkan tekanan berat dari barang impor ilegal dan kebijakan yang dinilai terlalu longgar terhadap produk luar.
Selain itu, dalam kurun dua tahun terakhir, sekitar 250.000 pekerja kehilangan mata pencaharian di sektor TPT dalam dua tahun terakhir.
“Ini bukan sekadar angka statistik. Di baliknya ada keluarga-keluarga yang kehilangan penghasilan. Kalau kondisi ini tidak segera dibenahi, industri tekstil kita bisa mati perlahan,” ungkap Lamhot.
Lamhot mendesak pemerintah segera melakukan koordinasi lintas kementerian dan lembaga. Terutama, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, serta aparat penegak hukum.

Ilustrasi impor. Foto: MI.
Politikus
Partai Golkar itu menegaskan, salah satu akar persoalan yang memperparah masuknya barang ilegal adalah Kawasan Berikat Direktorat Jenderak (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang tidak lagi optimal menjalankan fungsi utamanya. Seharusnya, Kawasan Berikat berperan sebagai fasilitas pendukung ekspor dan tempat bagi perusahaan memproduksi barang untuk tujuan pasar luar negeri dengan kemudahan fiskal.
Namun dalam praktiknya, sejumlah kawasan tersebut justru beralih fungsi menjadi jalur distribusi barang impor ke pasar domestik.
“Fungsi kawasan berikat sudah melenceng jauh dari semangat awalnya. Banyak yang tidak lagi fokus untuk mendukung ekspor, tapi justru menjadi pintu masuk bagi produk impor yang akhirnya membanjiri pasar dalam negeri,” ungkap Lamhot.
Ia menilai pengawasan terhadap Kawasan Berikat harus diperketat dan dievaluasi secara menyeluruh. Termasuk mekanisme pelaporan barang masuk dan keluar.
Dia meminta Kementerian Perindustrian dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk melakukan audit menyeluruh terhadap Kawasan Berikat. Sebab, diduga menyalahgunakan izin.
"Kawasan berikat itu awalnya dimaksudkan untuk menunjang ekspor, bukan malah menjadi tempat distribusi barang impor ke dalam negeri. Ini penyimpangan fungsi yang harus segera dibenahi,” ujar Lamhot.