Pemerintah Diminta Yakinkan Singapura Terkait Kriminalitas Ganda pada Korupsi e-KTP Paulus Tannos

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Nasir Djamil. Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez

Pemerintah Diminta Yakinkan Singapura Terkait Kriminalitas Ganda pada Korupsi e-KTP Paulus Tannos

Devi Harahap • 15 June 2025 15:24

Jakarta: Setelah ditangkap di Singapura pada Januari 2025, buronan kasus korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP), Paulus Tannos menolak untuk diekstradisi secara sukarela ke Indonesia dan mengajukan penangguhan penahanan kepada pengadilan di Singapura. Proses hukum di Singapura, termasuk committal hearing atau sidang perdana komitmen untuk ekstradisi Paulus Tannos akan dilangsungkan pada 23-25 Juni 2025.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS, M. Nasir Djamil, menyatakan sikap Paulus Tannos yang menolak diekstradisi ke Indonesia sebagai upaya menghindari proses hukum yang harus dihadapi secara terukur oleh pemerintah Indonesia. Menurut dia, hal itu akan berpengaruh pada kedaulatan dan penegakan hukum nasional dalam keseriusan memerangi korupsi.

“Bagi Indonesia, Tannos menjadi penting untuk membuka kotak pandora sehingga aparat penegak hukum bisa membongkar kasus yang melibatkannya,” kata Nasir kepada Media Indonesia, Minggu, 15 Juni 2025.  

Atas dasar itu, Nasir mendesak pemerintah, khususnya Kementerian Hukum dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), agar mengawal proses ekstradisi secara agresif dan strategis, termasuk memastikan kesiapan segala kebutuhan dokumen.

Selain itu, Nasir meminta pemerintah Indonesia dapat berkomunikasi aktif kepada otoritas Singapura melalui jalur hukum maupun diplomatik sebagai kunci untuk menyakinkan, korupsi e-KTP memenuhi unsur kriminalitas ganda. 

Dia mengatakan pemerintah Indonesia sudah menghormati proses hukum Singapura, sehingga diharapkan Singapura dapat melakukan hal yang sama dengan menolak penangguhan penanganan Tannos. Sebab, tindakan korupsi merupakan bentuk kejahatan luar biasa “extraordinary crime" di tingkat nasional maupun internasional. 

“Kita menghormati proses hukum yang diterapkan di Singapura. Begitupun, Singapura harus menyadari tindak pidana korupsi merupakan kejahatan serius yang telah menjadi komitmen dan agenda global untuk diberantas,” tegas Nasir. 
 

Baca Juga: 

KPK Harus Manfaatkan Ekstradisi Tannos untuk Ungkap Aliran Korupsi e-KTP


Kementerian Hukum mengungkap Paulus Tannos masih melakukan perlawanan agar tidak diekstradisi ke Indonesia. Buron tersangka kasus korupsi e-KTP itu menolak pulang ke Tanah Air secara sukarela.

“Proses hukum di Singapura masih berjalan dan posisi PT (Paulus Tannos) belum bersedia diserahkan secara sukarela,” kata Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum, Widodo di Jakarta pada Senin, 2 Juni 2025.

Widodo mengatakan Paulus Tannos telah mengajukan penangguhan penahanan. Pemerintah Indonesia melalui Kejaksaan Singapura tengah berupaya melawan permohonan yang diajukan Tannos.

“Saat ini PT (Paulus Tannos) tengah mengajukan permohonan penangguhan penahanan kepada pengadilan Singapura,” jelas dia.Diketahui, Paulus Tannos telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi KTP-E dan menjadi buron yang dicari oleh KPK sejak 19 Oktober 2021. Jejaknya sempat terdeteksi di Thailand pada awal 2023, tetapi lolos dari jeratan hukum karena belum ada red notice dari Interpol.

Paulus Tannos ditangkap Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura di negara tersebut pada 17 Januari 2025. Penangkapan buron Paulus Tannos di Singapura tersebut membuka kembali lembaran kasus korupsi megaproyek e-KTP pada 2011-2012. 

Kejahatan itu dianggap nyaris sempurna karena korupsi dimulai dari perencanaan dan melibatkan anggota legislatif, eksekutif, BUMN, hingga pihak swasta. Tak tanggung-tanggung, kerugian negara akibat korupsi itu mencapai Rp 2,3 triliun.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)