Ilustrasi banjir di Kelurahan Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur. (MI/Usman Iskandar)
M Rodhi Aulia • 5 March 2025 13:42
Jakarta: Banjir yang kembali melanda Jabodetabek memicu desakan agar langkah penanggulangan dilakukan lebih serius. Salah satu yang menjadi sorotan adalah pengerukan sungai dan saluran air yang dinilai masih belum optimal dalam mengantisipasi banjir.
Ketua DPRD Daerah Khusus Jakarta, Khoirudin, menegaskan pentingnya upaya tersebut guna mencegah pendangkalan yang menghambat aliran air. Dia mengatakan bahwa kondisi sungai yang semakin dangkal menyebabkan daya tampung air berkurang. Oleh karena itu, ia meminta pemerintah untuk segera melakukan pengerukan secara menyeluruh.
"Memang ada pendangkalan sungai, aliran air. Lumpur-lumpur semakin meninggi yang membuat debit air menjadi berkurang tampungannya. Saya menyarankan kepada pemerintah agar segera melakukan pengerukan terhadap seluruh saluran air dan sungai," ujar Khoirudin dalam pernyataannya di Gedung BPK RI perwakilan Daerah Khusus Jakarta, Rabu, 5 Maret 2025.
Khoirudin juga berharap Jakarta dapat memiliki kanal pengendali banjir seperti di beberapa kota lain, salah satunya Kuala Lumpur. Dia menjelaskan bahwa ibu kota Malaysia tersebut telah menerapkan sistem terowongan bawah tanah untuk mengalirkan air ke laut.
Baca juga: Wamen PU: Presiden Prabowo Sedih Banyak Warga Kena Banjir
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa pengerukan sungai harus dilakukan secara berkala agar tidak terjadi penumpukan endapan lumpur yang berulang. "Karena memang endapan itu mengalir bersama aliran air. Jadi, pengerjaan banjir terus kita lakukan. Karena memang ini PR kita bersama," katanya. Ia juga menyampaikan bahwa DPRD Daerah Khusus Jakarta tengah meninjau kondisi masyarakat terdampak banjir serta memastikan bahwa penanganan bencana tetap menjadi prioritas dalam penyusunan anggaran.
Sementara itu, Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno menilai bahwa banjir yang terjadi di Jabodetabek merupakan dampak nyata dari krisis iklim. Ia mengingatkan bahwa pemerintah tidak bisa hanya bertindak ketika bencana sudah terjadi, melainkan harus memiliki strategi mitigasi yang lebih baik.
"Kita tidak bisa terus-menerus hanya merespons saat bencana sudah terjadi. Perlu ada langkah mitigasi dan kesiapan manajemen krisis yang lebih baik agar dampaknya bisa diminimalkan," katanya.
Eddy menegaskan bahwa pola banjir yang terus berulang menunjukkan perlunya langkah lebih sistematis dalam menghadapi dampak perubahan iklim. Jika tidak ada kebijakan yang lebih serius, situasi ini bisa semakin memburuk di masa depan. "Ini bukan pertama kalinya kita menghadapi banjir besar. Pola ini terus berulang setiap tahun, dan kalau tidak ada kebijakan yang lebih serius, maka ke depannya situasi bisa semakin buruk," ujarnya.
Dia juga meminta kepala daerah di Jabodetabek untuk segera menyusun langkah strategis dalam tata kelola air dan sistem drainase. "Kepala daerah harus segera menyusun langkah strategis, mulai dari perbaikan tata kelola air, sistem drainase yang lebih baik, hingga kesiapan tanggap darurat yang lebih cepat dan efektif. Jangan hanya bertindak ketika bencana sudah terjadi," tegasnya.
Menurut Eddy, perubahan iklim bukan lagi ancaman di masa depan, tetapi sudah menjadi kenyataan yang harus segera dihadapi. Ia meminta agar mitigasi krisis iklim dilakukan sesegera mungkin. "Krisis iklim ini nyata dan dampaknya semakin besar. Kita tidak bisa menunda lagi. Jika kebijakan yang tepat tidak segera diterapkan, masyarakat akan terus menjadi korban," imbuhnya.