Kejagung Duga Ada Kerugian Negara dalam Kasus Korupsi di Sritex

Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar. Metrotvnews.com/Siti Yona

Kejagung Duga Ada Kerugian Negara dalam Kasus Korupsi di Sritex

Candra Yuri Nuralam • 6 May 2025 08:21

Jakarta: Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mengusut dugaan korupsi terkait pemberian kredit bank kepada PT Sri Rejeki Tbk (Sritex). Korps Adhyaksa menduga adanya kerugian negara dari permainan kotor di perusahaan tersebut.

"Penyidikan yang bersifat khusus karena masih melihat apakah di sana ada fakta-fakta hukum yang mengungkapkan, ada perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara atau keuangan daerah," kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa, 6 Mei 2024.

Harli mengatakan kasus itu masih tahap penyidikan umum. Belum ada tersangka yang ditetapkan penyidik.

Namun, Kejagung sudah mengungkap adanya tindakan melawan hukum atas pemberian kredit kepada Sritex. Sejumlah alat bukti sudah dikantongi penyidik.

"Karena memang kan harus berawal dari apakah memang ada indikasi tindak pidana korupsi, itu harus didasarkan pada bukti permulaan yang cukup terhadap adanya peristiwa atau fakta hukum yang mengarah pada tindak pidana korupsi," ucap Harli.
 

Baca Juga: 

Kejagung Mulai Usut Dugaan Korupsi PT Sritex


Sejumlah saksi sudah dipanggil Kejagung untuk mendalami perkara ini. Namun, nama-nama mereka belum bisa dipaparkan.

"Nah di proses penyelidikan tentu sudah ada berbagai dokumen, tentu dipelajari di dalamnya, disinkronkan, dianalisis dan tentu juga dari keterangan para pihak," ujar Harli.

Sebelumnya, PT Sri Rejeki Isman Tbk atau yang biasa dikenal dengan nama PT Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang pada 21 Oktober 2024. Perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara itu tidak mampu membayar utang senilai Rp32,6 triliun.

Dengan rincian Tagihan Kreditor Preveren sebesar Rp691.423.417.057,00; Tagihan Kreditor Separatis sebesar Rp7.201.811.532.198,03; dan Tagihan Kreditor Konkuren sebesar Rp24.738.903.776.907,90.

Hal ini menyebabkan penutupan operasional perusahaan pada 1 Maret 2025. Ribuan karyawan kena pemutusan hubungan kerja (PHK). Mereka terakhir kali memasuki areal pabrik pada Jumat, 28 Februari 2025.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)