Ilustrasi harga emas turun. Foto: Shutterstock via Bareksa.
Husen Miftahudin • 23 October 2025 15:19
Jakarta: Harga emas dunia masih bergerak di bawah tekanan pada perdagangan Kamis, 23 Oktober 2025, setelah mengalami koreksi besar dalam dua hari terakhir. Logam mulia ini sempat diperdagangkan di kisaran USD4.092 per troy ons, melemah lebih dari 1,5 persen dari sesi sebelumnya, setelah mencatat penurunan lebih dari lima persen pada Selasa, kerugian harian terbesar emas dalam lima tahun terakhir.
Kondisi penurunan harga emas dunia ini menandakan pasar sedang bersiap menghadapi rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) yang akan menjadi fokus utama investor pekan ini. Menurut analis Dupoin Futures Indonesia Andy Nugraha, pelemahan tajam emas menunjukkan pasar sedang melakukan penyesuaian posisi menjelang laporan Indeks Harga Konsumen (IHK) AS.
"Kombinasi antara pola candlestick dan indikator Moving Average (MA) saat ini masih memperlihatkan kecenderungan bearish pada XAU/USD," ujar Andy dikutip dari keterangan tertulis, Kamis, 23 Oktober 2025.
Ia menambahkan, jika tekanan jual masih berlanjut, maka harga emas berpotensi melemah lebih dalam hingga ke area USD4.007 per troy ons. Sedangkan peluang rebound terdekat berada di kisaran USD4.156 per troy ons apabila terjadi koreksi teknikal.
Tertekan faktor geopolitik dan kebijakan global
Dari sisi fundamental, harga emas saat ini masih tertekan oleh faktor geopolitik dan kebijakan global. Laporan terbaru menyebutkan Gedung Putih tengah mempertimbangkan pembatasan ekspor teknologi baru ke Tiongkok, langkah yang dikhawatirkan dapat meningkatkan ketegangan antara Washington dan Beijing.
"Langkah ini menciptakan ketidakpastian baru bagi perdagangan global, terutama di sektor teknologi, namun efeknya terhadap emas belum terlalu terasa karena fokus utama investor tetap pada
inflasi dan arah suku bunga The Fed," jelas Andy.
Sementara itu, indeks Dolar AS (DXY) justru mengalami pelemahan tipis sebesar 0,13 persen ke level 98,84, tetapi belum mampu memberikan dukungan signifikan bagi emas. Imbal hasil obligasi Treasury AS 10 tahun turun ke 3,951 persen, sementara imbal hasil riil berada di 1,671 persen.
Pergerakan ini menunjukkan sebagian investor mulai mengantisipasi penurunan suku bunga yang diperkirakan akan dilakukan oleh Federal Reserve (Fed) menjelang akhir tahun 2025. Pasar saat ini memperkirakan peluang sebesar 98 persen The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 50 basis poin dalam dua pertemuan terakhir tahun ini, serta potensi pemangkasan tambahan hampir 100 basis poin pada 2026.
(Ilustrasi pergerakan harga emas. Foto: dok Bappebti)
Emas masih naik 54% sejak awal 2025
Meskipun tengah mengalami tekanan jangka pendek, emas masih mencatatkan kenaikan lebih dari 54 persen secara year-to-date (ytd). Kinerja tersebut menunjukkan emas tetap menjadi aset lindung nilai favorit di tengah ketidakpastian ekonomi global dan potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi AS.
Menurut Andy, fokus utama pelaku pasar hari ini adalah hasil rilis data IHK AS September serta Indeks Manajer Pembelian (PMI) Global S&P untuk Oktober yang akan diumumkan pada Jumat.
"Apabila inflasi menunjukkan tanda-tanda melambat, emas berpotensi kembali menguat dan menembus area psikologis USD4.100. Namun, jika data inflasi justru lebih tinggi dari ekspektasi, maka tekanan bearish berpotensi membawa harga emas turun hingga menembus support USD4.000," jelas dia.
Andy menilai secara keseluruhan, arah pergerakan emas hari ini masih berada dalam fase bearish konsolidatif, dengan volatilitas tinggi menjelang data ekonomi penting AS yang rilis pada Jumat ini.