PPATK: Indonesia Jadi 'Sasaran Empuk' Provider Judol

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana. Foto: MI/Susanto.

PPATK: Indonesia Jadi 'Sasaran Empuk' Provider Judol

Husen Miftahudin • 5 August 2025 22:17

Jakarta: Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengkhawatirkan fenomena judi online (judol) yang kini telah menjelma menjadi darurat nasional.

Berdasarkan estimasi PPATK, nilai transaksi dari kegiatan judol pada akhir 2024 berpotensi menyentuh angka Rp999 triliun, dan bahkan bisa menembus Rp1.100 triliun jika tidak ada intervensi kuat dari pemerintah dan aparat hukum.

"Indonesia menjadi 'sasaran empuk' provider judol. Bahkan sudah ada kasus mahasiswa yang bunuh diri karena terlilit utang judi, dan seorang bapak yang menjual bayi karena kecanduan," ucap Ivan dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, 5 Agustus 2025.

PPATK menyoroti kemudahan akses terhadap platform judol yang kini bisa dilakukan hanya dengan smartphone. Rekening-rekening asli tapi palsu (aspal) yang dibeli lewat dark web atau platform daring ilegal digunakan untuk mengaburkan identitas pelaku dan menyembunyikan arus uang masuk-keluar.
 
Baca juga: 25.912 Rekening Terafiliasi Judol, OJK Minta Bank Segera Blokir

Marak bisnis jual beli rekening


Fenomena jual beli rekening bank menjadi salah satu penyumbang masifnya kejahatan finansial. Di media sosial, forum gelap, dan aplikasi pesan terenkripsi, marak penawaran rekening bank atas nama orang lain, lengkap dengan identitas palsu.

Rekening tersebut, aku Ivan, digunakan untuk keperluan transaksi ilegal seperti penampungan dana judi, penipuan online, hingga money laundering lintas negara.

Menurut Ivan, dalam hitungan menit saja, siapa pun kini bisa membeli rekening secara online. Kondisi ini diperparah dengan kurangnya literasi digital dan keuangan di kalangan masyarakat, serta lemahnya sistem deteksi dini di sebagian institusi perbankan.

Sebagai respons konkret, PPATK bersama bank-bank mitra telah melakukan proses identifikasi, pemblokiran, dan pelaporan terhadap rekening dormant yang mencurigakan.

Tindakan ini dilakukan dengan merujuk pada Instruksi UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan UU Perbankan, yang memberi wewenang kepada PPATK untuk menganalisis serta memberikan rekomendasi kepada pihak berwenang terkait transaksi mencurigakan.

Ivan memastikan seluruh rekening dormant yang telah dipetakan telah dikembalikan ke sistem perbankan masing-masing, dan kini tengah melalui proses pembaruan data nasabah (Customer Due Diligence/CDD) dan verifikasi lanjutan (Enhanced Due Diligence/EDD).

"Semua langkah kami sesuai undang-undang. Jangan narasikan sebagai bentuk perampasan. Ini adalah bentuk perlindungan sistem keuangan negara dari infiltrasi uang haram," tegas Ivan.


(Ilustrasi judi online. Foto: Medcom.id)
 

Kolaborasi jadi kunci


PPATK menegaskan dalam perang melawan kejahatan finansial, kolaborasi antarlembaga sangat vital. Tanpa dukungan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), kepolisian, kejaksaan, dan institusi perbankan, PPATK tidak mungkin mampu menghadapi kejahatan yang semakin canggih ini.

Selain itu, peran masyarakat juga tak kalah penting. Ivan menekankan pentingnya literasi keuangan digital, serta kesadaran masyarakat agar tidak sembarangan membuka rekening atas nama orang lain atau menyewakan identitasnya kepada pihak ketiga.

"Kita tidak bisa lagi hanya bekerja secara reaktif. Harus proaktif dan preventif. Sistem pelaporan, deteksi teknologi, dan kerja-kerja intelijen keuangan harus disinergikan," tegas Ivan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Husen Miftahudin)