Rajawali Nusindo menggandeng Pelni dalam program pengiriman komoditas pangan telur ayam dan daging ayam ke Wilayah Indonesia Timur. Foto: dok Nusindo.
Ade Hapsari Lestarini • 13 September 2024 15:06
Jakarta: Upaya menurunkan angka stunting harus dilakukan secara kolektif dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
Guna mewujudkan hal tersebut, ID Food melalui anak usahanya PT Rajawali Nusindo menggandeng PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) (Pelni) dalam program pengiriman komoditas pangan telur ayam dan daging ayam ke Wilayah Indonesia Timur.
Sekretaris Korporasi Nusindo Sofyan Effendi mengatakan, kerja sama tersebut secara spesifik di lapangan dijalankan oleh Nusindo bersama anak usaha Pelni yaitu PT Sarana Bandar Logisitik. Penyaluran dengan menggandeng BUMN Pelayaran sebagai salah satu transpoter dilakukan guna mempercepat pengiriman muatan dengan volume yang lebih besar ke Wilayah Indonesia Timur.
"Kita mengirimkan telur dan daging ayam ke provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sebanyak 219 ribu paket, yang akan dilaksanakan secara bertahap sampai dengan akhir September 2024" ujar dia, dalam keterangan tertulis, Jumat, 13 September 2024.
Ia mengatakan, kolaborasi pengiriman bantuan pangan ini masih bagian dari rangkaian program penyaluran bantuan pangan penanganan stunting yang dijalankan ID Food Group, sebagaimana penugasan Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA). Dalam program tersebut, di 2024 secara total ID Food melalui Nusindo telah mengalokasikan sebanyak 438 paket bantuan telur dan daging ayam untuk wilayah NTT.
"Sebanyak 438 paket bantuan tersebut disalurkan kepada 73 ribu Keluarga Risiko Stunting (KRS) di wilayah NTT berdasarkan data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Penyaluran dilakukan dalam dua tahap, dan setiap tahapannya disalurkan sebanyak 219 ribu paket. Jadi pada setiap tahapan, masing-masing KRS akan menerima tiga kali penyaluran paket batuan," sebut dia.
Penyaluran bantuan di provinsi NTT dilakukan di lima kabupaten/kota
Sofyan menyebutkan, penyaluran di provinsi NTT pada setiap tahapan dilakukan di lima kabupaten/kota, terdiri dari Ende dengan kuota sebanyak 17.766 paket, Kupang sebanyak 88.266 paket, Labuan Bajo 43.128 paket, Maumere 26.265 paket, dan Waingapu 43.779 paket. Setiap paket terdiri dari 10 butir telur ayam dan 1 kg daging ayam.
Sofyan menambahkan, saat ini penyaluran bantuan di NTT telah memasuki tahap ke 2. "Pada penyaluran tahap ke 2 ini kami menggandeng PELNI sebagai salah satu transporter, dengan tujuan pengiriman ke Kupang sebanyak 88 ribu paket, Ende 18 ribu paket, Labuan bajo 21 ribu paket, dan Waingapu 22 ribu paket," rincinya.
Sofyan mengatakan, kerja sama penyaluran bantuan pangan tersebut diharapkan dapat memenuhi asupan gizi bagi keluarga yang mempunyai balita rawan
stunting serta bagi ibu hamil.
"Harapannya bantuan yang diberikan tersebut bisa bermanfaat dan segera bisa diolah untuk menambah asupan gizi bagi ibu hamil dan anak balita di wilayah NTT yang masuk ke dalam kategori rawan
stunting," kata dia.
Prevalensi stunting pada balita di Provinsi NTT sebesar 37,9 %
Sementara itu, Penjabat Gubernur NTT Andriko Noto Susanto mengatakan, penyaluran bantuan pangan stunting ini merupakan hasil kolaborasi dan peran aktif dari Badan Pangan Nasional dan BUMN untuk menyalurkan bantuan
stunting kepada masyarakat yang terdata di masing-masing kelurahan.
Ia juga menekankan, persoalan
stunting sebagai masalah penting yang harus segera diatasi bersama. Pihaknya berharap penyaluran bantuan pangan berupa daging ayam dan telur ini akan membawa manfaat besar bagi masyarakat dengan target penurunan
stunting.
Adapun berdasarkan hasil survei kesehatan Indonesia (SKI) 2023, prevalensi
stunting pada balita di Provinsi NTT sebesar 37,9 persen. Hal ini menunjukkan 37 hingga 38 dari 100 balita mengalami
stunting. Angka ini menjadikan NTT sebagai provinsi kedua dengan prevalensi balita
stunting tertinggi di Indonesia setelah Provinsi Papua Pegunungan. Sedangkan target prevalensi
stunting pada balita di Indonesia 2023 yang tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2020-2024 adalah sebesar 16 persen.
Prevalensi
stunting pada balita memiliki ambang batas 20 persen. Wilayah dengan prevalensi lebih dari 20 persen dikatakan tinggi atau sangat tinggi. Sementara itu, dalam RPJMD Provinsi NTT 2018-2023, target prevalensi stunting pada balita sebesar 10-12 persen. Dengan demikian NTT termasuk dalam wilayah dengan prevalensi stunting pada balita yang sangat tinggi dan sangat jauh dari target nasional ataupun daerah.