Pakar Dorong Ajukan JR UU Sistem Peradilan Pidana Anak ke MK

Pakar hukum pidana Hery Firmansyah. Dok Tangkapan Layar

Pakar Dorong Ajukan JR UU Sistem Peradilan Pidana Anak ke MK

Siti Yona Hukmana • 15 September 2024 12:47

Jakarta: Pakar hukum pidana Hery Firmansyah mendorong masyarakat mengajukan judicial review (JR) terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini merespons ketidakadilan bagi keluarga korban pembunuhan dan pemerkosaan pelajar di Palembang.

"Mekanismenya harus konstitusional, maka pendekatan bisa lewat judicial review misalnya ke Mahkamah Konstitusi. Kita bertarung di Mahkamah Konstitusi," kata Hery dalam program Crosscheck Medcom, Minggu, 15 September 2024.

Hery mengatakan pemohon JR bisa memetakan dengan fakta hukum yang ada, yakni Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2012, sudah tidak memenuhi atau menjauhi rasa keadilan. Perkembangan pesat angkat kriminalitas oleh anak akan melengkapi JR tersebut.

"Kalau sampai kemudian UU tersebut tidak kunjung direvisi dan kasus ini semakin layaknya cendawan di musim hujan ini akan menjadi persoalan," ujar Hery.

Hery memandang kelemahan Indonesia adalah suka membiarkan kasus kejahatan terhadap anak berlarut. Bukan membuat kasus tersebut menjadi skala prioritas.

Dia memandang selama ini prioritas kasus hanya bagi orang-orang yang membutuhkan saja. Seperti UU tentang perbankan, UU tentang tambang yang isinya uang semua. Padahal, kata Hery, anak bangsa adalah aset tidak ternilai.

"Mungkin saja dari seorang anak yang mungkin sudah nyawanya dihilangkan dengan cara yang tidak wajar dan sadis tadi itu sebenarnya bahkan aset bangsa yang luar biasa 5 tahun ke depan, kenapa metode berpikir semacam itu tidak kemudian ada dalam setiap benak wakil rakyat kita," ungkapnya.
 

Baca Juga: 

Kasus Kejahatan Anak di Luar Nalar


Sebelumnya diberitakan, seorang siswi SMP berusia 13 tahun menjadi korban pembunuhan dan pemerkosaan di Palembang, Sulawesi Selatan. Pelaku berinisial MZ (13), MS (12), AS (12) yang merupakan pelajar SMP, dan IS (16) berstatus pelajar SMA di Palembang.

Tiga tersangka selain IS tidak ditahan. Polrestabes Palembang menyerahkan mereka ke panti rehabilitasi di kawasan Indralaya, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan (Sumsel).

"Undang-Undang melindungi mereka dari terpencil mengingat usia dan status mereka sebagai anak-anak,” kata Kapolrestabes Palembang, Kombes pol Harryo Sugihhartono, Jumat, 6 September 2024.

Harryo mengatakan ketiga pelaku akan dibina sesuai Undang-Undang Perlindungan Anak Pasal 32 dengan status Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH). Selain itu, pertimbangan hukum polisi juga menggunakan pertimbangan keselamatan jiwa dari ketiga pelaku. 

Pemberian hukuman bagi anak pelaku kejahatan ini dinilai tidak adil, meski diatur dalam UU 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Sebab, kejahatannya terbilang sadis yakni membunuh dan memperkosa korban yang telah menjadi jenazah.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)