Cerita di Balik Layar Putusan Syarat Capres-Cawapres Pernah Jadi Kepala Daerah

Ilustrasi Mahkamah Konstitusi/Istimewa

Cerita di Balik Layar Putusan Syarat Capres-Cawapres Pernah Jadi Kepala Daerah

Theofilus Ifan Sucipto • 16 October 2023 19:30

Jakarta: Hakim Konstitusi Saldi Isra mengungkapkan cerita di balik layar soal putusan syarat usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Saldi merupakan salah satu hakim konstitusi dengan pendapat berbeda soal putusan syarat capres dan cawapres yang pernah atau sedang menjadi kepala daerah.

Saldi mengatakan awalnya ada rapat permusyawaratan hakim (RPH) untuk memutus perkara nomor 25/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023, dan 55/PUU-XXI/2023 pada 19 September 2023. Pemohon ketiga perkara itu mempersoalkan batas usia minimal capres dan cawapres serta syarat pernah menjadi penyelenggara negara.

"(RPH) dihadiri delapan hakim konstitusi. Tercatat, RPH tersebut tidak dihadiri hakim konstitusi sekaligus Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman," kata Saldi di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Senin, 16 Oktober 2023.

Saldi menyebut hasil RPH itu ialah enam hakim sepakat menolak permohonan ketiga perkara. Kemudian tetap memosisikan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sebagai kebijakan hukum terbuka. Sedangkan dua hakim konstitusi lainnya memilih sikap berbeda atau dissenting opinion.

Dalam RPH berikutnya, sembilan hakim konstitusi termasuk Anwar membahas dan mengambil keputusan permohonan gelombang kedua. Yakni, perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 dan Perkara Nomor 91/PII-XXI/2023.

"Beberapa Hakim Konstitusi yang dalam Perkara Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 telah memosisikan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagai kebijakan hukum terbuka pembentuk undang-undang tiba-tiba menunjukkan “ketertarikan” dengan model alternatif," ujar Saldi.

Model alternatif itu mengacu pada permohonan pemohon dalam petitum perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.  Padahal, model alternatif yang dimohonkan dalam perkara itu secara substansial telah dinyatakan sebagai kebijakan hukum terbuka dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023.

Pergeseran pandangan hakim konstitusi itu memicu pembahasan yang jauh lebih detail dan ulet. Sehingga pembahasan terpaksa ditunda dan diulang beberapa kali.

"Terlebih lagi, dalam pembahasan ditemukan soal-soal yang berkaitan dengan formalitas permohonan yang memerlukan kejelasan dan kepastian," jelas Saldi.

Saldi menuturkan hakim konstitusi mengambil posisi akhir dengan mengabulkan sebagian perkara nomor 90/PUU-XXI/2023. Lantas, dia melontarkan pertanyaan yang disebut ringan sekaligus menggelitik.

"Bilamana RPH untuk memutus Perkara Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 dihadiri oleh sembilan hakim konstitusi, apakah norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 masih tetap didukung mayoritas hakim sebagai kebijakan hukum terbuka?" ucap dia.

Sebaliknya, Saldi berandai-andai bila RPH dalam memutus perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tetap sama dengan komposisi hakim dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 tanpa dihadiri Usman. Dia mempertanyakan apakah putusan memutus perkara nomor 90/PUU-XXI/2023  tetap sama atau sejalan dengan amar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023.

"Secara faktual perubahan komposisi hakim yang memutus dari delapan orang dalam nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 menjadi sembilan orang dalam perkara nomor 90-91/PUU-XXI/2023 tidak hanya sekadar membelokkan pertimbangan dan amar putusan, tetapi membalikkan 180 derajat amar putusan dari menolak menjadi mengabulkan meski ditambah dengan embel-embel sebagian," kata dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Anggi Tondi)