Komisi IX Diminta Tindaklanjuti Polemik PP 28/2024

Ilustrasi, petani tembakau. Foto: dok MI.

Komisi IX Diminta Tindaklanjuti Polemik PP 28/2024

Husen Miftahudin • 22 January 2025 10:26

Jakarta: Sikap Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang memaksakan implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 Bagian XXI tentang Pengamanan Zat Adiktif yang termuat dalam Pasal 429-463 dan aturan turunannya (Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan), mendapat sorotan dari sejumlah stakeholders.

Sebab, ruang lingkup pengaturan tersebut dinilai inkonstitusional dan mengancam kelangsungan perekonomian nasional. Polemik PP 28/2024 tersebut bahkan mendapat perhatian Ketua DPR RI Puan Maharani.

"Sehubungan dengan hal itu, kami sampaikan, sesuai arahan Ketua DPR RI Puan Maharani, surat tersebut (GAPPRI) akan ditindaklanjuti oleh Komisi IX DPR RI," bunyi kutipan surat yang dikeluarkan Sekretariat Jenderal DPR RI, dikutip Senin, 20 Januari 2025.


(Ilustrasi, tembakau. Foto: Istimewa)

Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) Sarmidi Husna berpandangan, sikap Ketua DPR Puan Maharani merupakan wujud perhatian terkait polemik PP 28/2024 dan aturan turunan yang akan berdampak ganda (multiplier effect) bagi kelangsungan usaha industri hasil tembakau nasional.

"Harapan kami, pimpinan Komisi IX DPR RI menindaklanjuti arahan Ketua DPR RI untuk mereview polemik PP 28/2024 dengan melibatkan lintas stakeholders  sehingga ada jalan tengah," harap Sarmidi.

Hasil kajian P3M menyatakan, produk hukum PP 28/2024 terdapat banyak pasal yang bertentangan dengan Undang Undang Dasar (UUD) 1945 dan putusan Mahkamah Konstitusi.

"PP 28/2024 sebagai produk hukum yang dalam proses penyusunannya tidak partisipatif karena tidak melibatkan para pemangku kepentingan yang berpotensi terdampak pemberlakuan peraturan tersebut yang berpotensi mematikan ekosistem pertembakauan yang sudah berkontribusi terhadap perekonomian rakyat dan negara Indonesia," tukasnya.
 

Baca juga: Penyeragaman Kemasan Rokok Dinilai Langgar Hak Konsumen dan HAKI
 

Ekonomi pertembakauan melemah


Sementara, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) Agus Parmuji mengatakan terbitnya PP 28/2024 dan menyusul produk turunan merupakan bentuk nyata kriminalisasi terhadap hak ekonomi petani tembakau.

"Kami yang berkecimpung di sektor pertanian tembakau merasa dikriminalisasi hak ekonominya. Selama lima tahun terakhir produk hukum yang dibuat mulai dari undang-undang sampai peraturan daerah terus menerus menghimpit eksistensi pertembakauan yang dampaknya sangat terasa pada lemahnya perekonomian pertembakauan," jelas Agus.

Agus mengungkapkan, sejak terbitnya PP 28/2024, saat musim panen yang seharusnya industri saling berkompetisi menyerap bahan baku hasil panen, sampai saat ini sudah separuh musim panen, industri sudah banyak yang mundur karena tidak melakukan pembelian atau penyerapan.

"Bagi kami para petani tembakau mengalami kebingungan karena serapan tembakau jauh dari harapan. Ini sinyal efek domino negatif pada ambruknya ekonomi di sentra pertembakauan," tutur Agus.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)