Israel berencana merelokasi warga sipil dari Kota Gaza ke Gaza selatan. (Anadolu Agency)
Willy Haryono • 17 August 2025 08:51
Gaza: Militer Israel akan menyediakan tenda dan perlengkapan tempat tinggal darurat bagi warga Gaza mulai Minggu, 17 Agustus 2025, menjelang rencana pemindahan penduduk dari zona pertempuran di Kota Gaza ke wilayah selatan Jalur Gaza dengan alasan demi “menjaga keselamatan” warga sipil.
Mengutip dari AsiaOne, rencana tersebut muncul hanya beberapa hari setelah Israel mengumumkan niatnya melancarkan serangan baru untuk merebut kendali atas Kota Gaza bagian utara, pusat perkotaan terbesar di wilayah itu, yang memicu kekhawatiran internasional.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebelumnya menegaskan warga sipil akan dievakuasi ke apa yang ia sebut sebagai “zona aman” sebelum operasi militer diluncurkan.
Peralatan tenda dan perlengkapan lain akan dikirim melalui perbatasan Kerem Shalom di Gaza selatan oleh PBB serta organisasi kemanusiaan internasional, setelah diperiksa otoritas pertahanan Israel.
Juru bicara Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) menyampaikan kekhawatiran bahwa rencana relokasi justru akan memperburuk penderitaan warga Gaza. Namun PBB tetap menyambut baik keputusan Israel yang kembali mengizinkan masuknya perlengkapan darurat ke wilayah tersebut.
“PBB dan mitra-mitranya akan memanfaatkan peluang yang terbuka ini,” kata juru bicara OCHA.
PBB sebelumnya memperingatkan bahwa ribuan keluarga yang sudah hidup dalam kondisi kemanusiaan yang mengenaskan bisa semakin terpuruk jika rencana evakuasi Gaza City terus dijalankan.
Baik pejabat Palestina maupun PBB menegaskan bahwa tidak ada tempat yang benar-benar aman di Jalur Gaza, termasuk wilayah selatan tempat Israel memerintahkan warga untuk mengungsi.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Israel Israel Katz mengatakan rencana ofensif baru di Kota Gaza masih diformulasikan.
Faksi militan Palestina, Jihad Islam, menuduh langkah Israel tersebut sebagai bagian dari “serangan brutal untuk menduduki Gaza City” dan menyebutnya “pelecehan terang-terangan terhadap konvensi internasional.”
Di lapangan, operasi militer Israel terus meningkat di pinggiran Gaza City. Warga di kawasan Zeitoun dan Shejaia melaporkan tembakan artileri serta serangan udara yang intens. Militer Israel mengonfirmasi telah memulai operasi baru di Zeitoun untuk mencari bahan peledak, menghancurkan terowongan, dan menargetkan militan.
Sejak perang dimulai pada 7 Oktober 2023, setelah serangan Hamas yang menewaskan 1.200 orang di Israel dan menyandera 251 lainnya, militer Israel telah menewaskan lebih dari 61.000 warga Palestina, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.
Konflik berkepanjangan ini juga memicu krisis kelaparan, memaksa sebagian besar penduduk mengungsi, serta meninggalkan Gaza dalam kehancuran.
Aksi protes besar menuntut pembebasan sandera dan penghentian perang dijadwalkan berlangsung di seluruh Israel pada Minggu ini. Sejumlah perusahaan, pemerintah kota, dan universitas telah menyatakan dukungan terhadap aksi mogok tersebut.
Upaya negosiasi untuk gencatan senjata 60 hari yang dimediasi AS, Mesir, dan Qatar masih menemui jalan buntu sejak bulan lalu.
Baca juga: Israel Klaim Sudan Selatan Akan Terima Warga Palestina dari Gaza