Penggugat aturan kriteria MBR terkait rumah subsidi. Foto: Metrotvnews.com/Christian.
Jakarta: Sebanyak delapan orang menggugat Peraturan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (Permen PKP) Nomor 5 Tahun 2025 ke Mahkamah Agung (MA). Beleid ini mengatur soal besaran penghasilan dan kriteria masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang dapat membeli rumah subsidihttps://www.metrotvnews.com/tag/2962/rumah-subsidi.
Kuasa hukum delapan penggugat, Teguh Setia Bhakti, menilai batas penghasilan MBR dalam aturan itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Ia menyoroti perbedaan signifikan antara batasan penghasilan MBR dengan upah minimum regional, yang berdampak pada hilangnya hak MBR untuk memperoleh rumah subsidi pemerintah.
"Secara formil, lampiran Permen PKP Nomor 5/2025 tidak transparan, tidak akuntabel, dan tidak aspiratif," kata Teguh dalam keterangannya, Rabu, 20 Agustus 2025.
Penggugat menilai muatan yang terkandung dalam kriteria tersebut hanya didasarkan pada indeks kemahalan kontruksi, rata-rata pengeluaran kontrak rumah, dan letak geografis. Permen itu dinilai belum mempertimbangkan realitas sosial ekonomi di setiap daerah.
"Sehingga kondisi ini menimbulkan deskripsi terhadap warga negara yang seharusnya berhak memeroleh fasilitas bantuan perumahan dari pemerintah," kata Teguh.
Anggota tim kuasa hukum penggugat, Andi Muhammad Reza, mengatakan permohonan uji materi dilayangkan secara online dan telah diterima Mahkamah Agung. Tahapan berikutnya ialah pemeriksaan data oleh panitera, penunjukan majelis hakim, hingga pengujian atas gugatan terhadap Permen PKP Nomor 5 Tahun 2025.
Tentang Permen PKP Nomor 5 Tahun 2025
Peraturan Menteri (Permen) PKP Nomor 5 Tahun 2025 mengatur tentang Besaran Penghasilan dan Kriteria Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Aturan ini diteken oleh Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait pada 17 April 2025.
Peraturan Menteri PKP ini disusun untuk meningkatkan akses dan keterjangkauan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) terhadap kemudahan pembangunan dan perolehan rumah dengan melakukan penyesuaian besaran penghasilan maksimal MBR.
Ruang lingkup peraturan ini terdiri atas Besaran Penghasilan MBR, Kriteria MBR, dan Persyaratan Kemudahan Pembangunan dan Perolehan Rumah bagi MBR. Besaran penghasilan per bulan paling banyak ini dibagi berdasarkan zonasi wilayah.
Zona 1 meliputi Jawa (kecuali Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), Sumatra, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat. Batas maksimal penghasilan yang berhak mengambil rumah subsidi yaitu Rp8,5 juta buat yang lajang, dan Rp10 juta untuk yang sudah berkeluarga.
Zona 2 mencakup Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Maluku, Maluku Utara, Bali. Pada zona ini, batas maksimal penghasilan yang berhak mengambil rumah subsidi yaitu Rp9 juta buat yang lajang, dan Rp11 juta untuk yang sudah berkeluarga.
Zona 3 meliputi Papua, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya. Pada zona ini, batas maksimal penghasilan yang berhak mengambil rumah subsidi yaitu Rp10,5 juta buat yang lajang, dan Rp12 juta untuk yang sudah berkeluarga.
Zona 4 mencakup Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi. Batas maksimal penghasilan yang berhak mengambil rumah subsidi pada zona ini yaitu Rp12 juta buat yang lajang, dan Rp14 juta untuk yang sudah berkeluarga.
Selain Peraturan Menteri PKP tersebut, telah ditetapkan Keputusan Menteri PKP Nomor 28 Tahun 2025 tentang Pencabutan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 22/KPTS/M/2023 tentang Besaran Penghasilan Masyarakat Berpenghasilan Rendah dan Batasan Luas Lantai Rumah Umum dan Rumah Swadaya.
Dengan adanya peraturan dan kebijakan baru ini MBR di Indonesia diharapkan lebih mudah dalam memeroleh rumah.