Sengatan Purbaya. Foto: Duta/Media Indonesia (MI).
Kehadiran Purbaya Yudhi Sadewa yang diangkat menjadi Menteri Keuangan pada 8 September 2025 langsung memberi warna baru pada kabinet Presiden Prabowo Subianto.
Gaya komunikasi mantan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu lugas, blak-blakan, tidak seperti tipikal pejabat pada umumnya. Dengan gayanya, Purbaya dinilai tidak sekadar menjalankan kebijakan, tetapi juga mencoba menata ulang arah tata kelola keuangan negara agar lebih transparan, akuntabel, dan terukur. Gaya kepemimpinan Purbaya mampu menebarkan optimisme perekonomian.
Seperti gaya bicaranya, kebijakannya juga senada, yakni lugas dan menusuk. Dia membuat banyak perubahan kebijakan secara drastis yang disukai publik karena spirit keberpihakan kepada kepentingan masyarakatnya tinggi. Alhasil, belum genap dua bulan menjabat menkeu, Purbaya mampu mengembalikan sentimen publik terhadap pemerintah di bidang ekonomi.
Itu terbukti dari data indeks kepercayaan konsumen kepada pemerintah (IKKP) rilisan LPS yang menguat ke level 130,6 pada Oktober 2025 dari 117,3 pada bulan sebelumnya. Selain itu, daya beli masyarakat juga menunjukkan tanda pemulihan positif, dengan indeks keyakinan konsumen naik dari level 90 menjadi 96, mendekati ambang normal pada posisi 100.
Peningkatan sentimen publik sejak Purbaya menjadi menkeu menunjukkan bahwa sesungguhnya publik mulai bosan dengan pejabat yang menampilkan gaya manis dan tutur kata lembut, tetapi menyembunyikan sesuatu di balik manisnya senyum dan tutur kata tersebut.
Publik saat ini lebih memilih menerima
bitter truth atau kebenaran meski terasa menyakitkan ketimbang
comforting lies alias kebohongan yang dimanis-maniskan untuk menutupi kondisi sebenarnya. Masyarakat kiranya lebih membutuhkan pejabat bergaya koboi seperti Purbaya daripada pejabat yang terlalu berhati-hati karena takut salah atau lantaran sedang menutupi kebohongan.
Sebagai contoh, lewat Purbaya publik bisa mengetahui ada dana pemerintah mengendap sebesar Rp485,6 triliun di Bank Indonesia, yang Rp200 triliun di antaranya kini sudah digerojokkan ke perbankan. Pun, lewat Purbaya pula ratusan triliun dana pemda yang mengendap di perbankan terkuak.
Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa. Foto: Metrotvnews.com/Duta Erlangga.
Yang terbaru, sekaligus terpanas, tentu soal kereta cepat
Whoosh. Isu ini makin panas lantaran Purbaya menolak membayar utang Whoosh dengan APBN. Kini, KPK juga bakal menyelidiki dugaan korupsi dalam pembangunan Whoosh.
Namun, gaya komunikasi Purbaya yang terang-terangan itu juga membuat ada pejabat yang tersengat dan gerah. Contohnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Setelah mengecek dan menyinkronkan datanya ke Kementerian Dalam Negeri, Dedi kini memerintahkan jajarannya membuat laporan keuangan setiap hari. Merepotkan, memang, tapi demi transparansi hal itu tidak mengapa dilakukan.
Di samping itu, gaya komunikasi Purbaya juga berpotensi memicu gesekan-gesekan dengan pejabat lain, termasuk di jajaran kabinet. Sejumlah kritik pun dilontarkan kepadanya, termasuk dari
Hasan Nasbi, mantan Kepala Komunikasi Kepresidenan yang rekam jejak komunikasinya juga kontroversial. Hasan adalah sosok yang menyarankan agar kepala babi yang dikirim ke jurnalis
Tempo untuk dimasak saja.
Intinya, selain banyak yang menunggu-nunggu ujaran-ujaran tajam Purbaya, banyak pula yang menginginkan Purbaya bungkam. Sebagian dari mereka khawatir gaya dan lontaran blak-blakan Purbaya lama-lama menjadi tidak produktif dan bisa menjadi bumerang terhadapnya jika tidak dikelola dengan baik.
Karena itu, Purbaya harus mampu menunjukkan bahwa gaya bicara dan kebijakannya
inline dengan realisasi dan peningkatan ekonomi. Publik tetap mendukung Purbaya selama pesan yang disampaikannya tetap transparan, berbasiskan data yang kuat, dan sesuai etika. Publik akan tetap menanti sengatan-sengatan selanjutnya darinya.
Namun, ingat, ada janji yang terkandung dalam setiap sengatan Purbaya. Pada saatnya nanti, rakyat juga pasti akan menagih realisasi dari janji-janji tersebut.