Kepala Misi Palestina di London, Husam Zomlot. (Anadolu Agency)
Willy Haryono • 3 September 2025 07:10
London: Pengakuan terhadap negara Palestina oleh negara-negara Barat dapat menjadi “titik awal” menuju percepatan implementasi Solusi Dua Negara (Two-State Solution), kata Kepala Misi Palestina di London, Husam Zomlot.
Britania Raya, Prancis, Kanada, Australia, dan Belgia semuanya telah menyatakan akan mengakui negara Palestina pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendatang.
Mengutip dari TRT World, Rabu, 3 September 2025, Inggris mengindikasikan dapat menunda pengakuan jika Israel meredakan krisis kemanusiaan di Gaza dan berkomitmen pada proses perdamaian jangka panjang.
Langkah tersebut ditujukan untuk memberi tekanan kepada Israel agar menghentikan serangan di Gaza dan menghentikan perluasan permukiman di Tepi Barat yang diduduki. Namun, para pengkritik menilai pengakuan itu berisiko hanya menjadi simbolis kecuali didukung langkah konkret.
“Saya pikir ini akan menjadi titik awal, pelatuk bagi apa yang kami harapkan sebagai percepatan menuju implementasi Solusi Dua Negara,” kata Husam kepada media Reuters.
“Kami berharap ada peran aktif, efektif, dan bermakna dari Inggris,” sambung dia.
Israel, yang menghadapi kritik global semakin besar atas genosida di Gaza, mengecam langkah pengakuan tersebut dengan alasan itu akan memberi hadiah bagi Hamas.
Solusi Dua Negara merujuk pada berdirinya negara Palestina di Gaza dan Tepi Barat, berdampingan dengan negara Israel. Namun, kelayakannya kian menipis seiring percepatan pembangunan permukiman dan perselisihan yang belum terselesaikan terkait perbatasan, pengungsi, dan Yerusalem.
Husam mengatakan langkah Inggris akan sangat signifikan mengingat Deklarasi Balfour 1917 yang mendukung “rumah nasional bagi bangsa Yahudi di Palestina.” Ia berargumen bahwa belum terlambat untuk mencapai Solusi Dua Negara jika momentum internasional terus berlanjut.
“Begitu kita menciptakan tekanan yang cukup, tekanan yang bermakna, saya pastikan itu sangat mungkin,” tuturnya, seraya mendesak Israel membongkar sejumlah permukiman ilegal.
Pada 2024, Mahkamah Internasional (ICJ) memutuskan bahwa pendudukan dan aktivitas permukiman Israel berstatus ilegal dan harus segera dihentikan.
Baca juga: Italia–Palestina Dorong Pembaruan Dorongan Politik untuk Solusi Dua Negara