Kelangkaan BBM di SPBU Swasta, Komisi XII Kritik Kebijakan Kementerian ESDM

Wakil Ketua Komisi XII Bambang Haryadi (ketiga dari kiri). Foto: Istimewa.

Kelangkaan BBM di SPBU Swasta, Komisi XII Kritik Kebijakan Kementerian ESDM

Anggi Tondi Martaon • 19 September 2025 14:15

Jakarta: Wakil Ketua Komisi XII DPR Bambang Haryadi mengkritik kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merespons kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta. Kebijakan yang diambil dinilai membingungkan.

Bambang mengungkit catatan kelangkaan BBM di SPBU swasta. Pada periode akhir Januari 2025, DPR melakukan RDP bersama pihak swasta, Pertamina dan Dirjen Migas, yang akhirnya ESDM mengubah skema izin impor dengan catatan ada evaluasi tri wulan.

"Kelangkaan SPBU swasta pernah terjadi akhir Januari 2025 dikarenakan ada perubahan skema izin impor dari 1 tahun menjadi 3 bulan. Dan ini terjadi sebelum kasus Pertamina meledak. Pascakejadian Pertamina, berdasarkan hasil RDP dengan seluruh SPBU swasta dan Pertamina awal Februari (bertepatan dengan rilis kasus Pertamina), akhirnya ESDM mengubah skema menjadi 6 bulan tapi evaluasi tiap 3 bulan," ujar Bambang melalui keterangan tertulis, Jumat, 19 September 2025.

Bambang mengaku heran dengan kebijakan ESDM yang menerapkan impor 1 pintu. Padahal, Pertamina sudah menguasai penjualan BBM melalui SPBU.

"Padahal, Pertamina saat ini sudah menjadi market leader karena menguasai 95% penjualan retail melalui SPBU, dan hanya kurang 5% swasta," ungkap Ketua Umum DPP Dekopin tersebut.
 

Baca juga: Ini Biang Kerok Kelangkaan BBM di SPBU Swasta

Sekretaris Fraksi Gerindra DPR RI ini juga heran dengan pernyataan Kementerian ESDM yang meminta SPBU swasta membeli BMM ke Pertamina. Padahal, BBM perusahaan minyak pelat merah itu juga hasil impor.

"Kecuali Pertamina memproduksi BBM berlebih dari kebutuhan yang ada. Ini ibarat sama-sama jualan nasi goreng. Penjual nasi goreng kecil (5%) diwajibkan beli beras ke penjual nasi goreng besar (95%). Padahal penjual nasi goreng besar juga sama-sama beli dari pasar, tidak memproduksi beras sendiri. Kebijakan seperti ini harus ditinjau ulang," ujar Bambang.

Politikus Partai Gerindra itu menyebut negara menjadi sibuk sendiri karena kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan kementerian tidak memuat mitigasi dampak secara menyeluruh. Hasilnya, kebijakan seperti ini menjadi kontraproduktif.

"Kasihan Presiden, kadang harus jadi pemadam kebakaran akibat hal-hal kecil yang sebenarnya tidak mengganggu keuangan negara," kata Bambang.

Bambang mengungkit jumlah SPBU swasta yang hanya 5% dan menjual barang nonsubsidi. Dia menyoroti saat ini memang terjadi peralihan market BBM ke SPBU swasta akibat kasus beberapa waktu lalu.

"Kalau alasannya kuota swasta naik, ini adalah akibat penurunan pembelian masyarakat ke Pertamina akibat kasus. Ada peralihan market, bukan penambahan kebutuhan," ujar Bambang.

Bambang mempunyai saran jika Pertamina memang harus dibantu. Langkah yang diambil, katanya, bukan memaksakan beli BBM di Pertamina.

"Jika kita mau bantu Pertamina, langkah yang seharusnya diambil adalah memberikan dispensasi kebijakan khusus ke Pertamina sehingga produknya lebih murah atau ubah strategi pemasaran, misalnya dengan promosi untuk menaikkan public trust," ujar dia.

Bambang tak sepakat dengan kebijakan yang seakan memaksa swasta membeli BBM ke Pertamina. Hal itu hanya akan membuat Pertamina terkesan merebut pasar dan publik semakin turun kepercayaannya terhadap perusahaan pelat merah tersebut.

"Memaksakan beli ke Pertamina di tengah upaya mengembalikan kepercayaan publik kepada Pertamina, dan dengan mewajibkan SPBU swasta beli ke Pertamina sebenarnya malah semakin menurunkan kepercayaan publik ke Pertamina. Karena kesannya Pertamina menggunakan kebijakan pemerintah untuk merebut pasar. Dan swasta akan semakin jadi idola, karena terkesan dizalimi," ujar Bambang.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Anggi Tondi)