Kumparan Green Initiative Conference 2025 mempertemukan berbagai pemangku kepentingan untuk merumuskan strategi keberlanjutan yang berpihak pada pertumbuhan dan kelestarian bumi (Foto:Dok.Kumparan)
Rosa Anggreati • 23 September 2025 12:39
Jakarta: Lingkungan bukan sekadar latar pembangunan, melainkan fondasi yang menentukan arah masa depan Indonesia. Ketika krisis iklim semakin terasa dampaknya, kebutuhan akan transisi energi bersih, ekonomi sirkular, dan industri hijau menjadi semakin mendesak. Kumparan Green Initiative Conference 2025 mempertemukan berbagai pemangku kepentingan untuk merumuskan strategi keberlanjutan yang berpihak pada pertumbuhan dan kelestarian bumi.
Kumparan Green Initiative Conference 2025 telah diselenggarakan pada 17-18 September 2025 di Hotel Borobudur Jakarta. Selama dua hari, konferensi ini menjadi ruang diskusi strategis lintas sektor yang membahas arah pembangunan hijau Indonesia. Mulai dari transisi energi, standarisasi Environmental, Social, dan Governance (ESG), kebangkitan energi dan industri, sumber listrik dan energi terbarukan, green financing, pengelolaan sampah hingga ekonomi sirkular.
Konferensi ini menegaskan komitmen untuk mewujudkan kemandirian energi bersih dan terjangkau sebagai fondasi kebangkitan industrialisasi Indonesia, sejalan dengan langkah mendorong percepatan pemanfaatan energi baru terbarukan dalam dekade mendatang serta memperkuat ekosistem pembiayaan transisi energi.
Pengembangan Teknologi Waste to Energy
Hari kedua konferensi dibuka dengan
keynote speech dari Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq. Hanif mengungkapkan bahwa Indonesia menghasilkan sekitar 143 ribu ton sampah setiap hari, namun baru kurang dari 15 persen yang berhasil dikelola oleh pemerintah daerah. Ketimpangan ini, menurut Hanif, menimbulkan risiko serius terhadap kualitas lingkungan dan meningkatkan potensi bencana hidrometeorologi di berbagai wilayah.
Sebagai langkah strategis, pemerintah mendorong pengembangan teknologi
waste to energy, terutama di kota-kota besar dengan volume sampah di atas 1.000 ton per hari. Inisiatif ini dipadukan dengan penerapan ekonomi sirkular agar sampah tidak hanya dipandang sebagai limbah, melainkan dapat diolah kembali menjadi sumber daya yang bernilai bagi masyarakat.
“
Waste to energy bukan segalanya. Maka kita wajib membangun ekonomi sirkular, ekonomi hijau yang mampu mengolah kembali sampah dan mereduksi timbulan agar tidak menjadi beban jangka panjang,” ujar Hanif.
Sejalan dengan dorongan pembangunan ekonomi sirkular yang disampaikan Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang turut menyinggung pentingnya transformasi industri nasional agar lebih ramah lingkungan dan berdaya saing.
Menurut Menperin Agus Gumiwang, limbah industri tidak seharusnya dianggap sebagai beban, melainkan peluang untuk menciptakan nilai tambah baru. Dengan inovasi yang tepat, limbah produksi dapat diolah kembali menjadi bahan baku alternatif, sumber energi bersih, maupun produk turunan bernilai komersial.
Pendekatan ini, kata Menperin Agus, tidak hanya membantu mengurangi tekanan terhadap lingkungan, tetapi juga memperkuat rantai pasok nasional, menciptakan lapangan kerja hijau, serta memastikan industri Indonesia tetap kompetitif di pasar global.
"Industri hijau merupakan salah satu langkah nyata dalam mendukung circular economy, karena pengelolaan limbah dapat diubah menjadi sumber daya baru yang bermanfaat. Limbah industri harus dilihat sebagai peluang, bukan sebagai beban, karena dapat menjadi bahan baku alternatif, energi baru, atau produk turunan yang bernilai komersial,” ucap Menperin Agus.
Menperin Agus Gumiwang (Foto:Dok.Kumparan)
Standardisasi ESG Pertambangan
Salah satu panel diskusi pada pelaksanaan hari kedua mengangkat tema standarisasi ESG pertambangan di Indonesia. Pembahasan menyoroti bagaimana standar keberlanjutan tidak hanya sekadar memenuhi tuntutan pasar global, tetapi juga menjadi instrumen penting untuk menjaga kedaulatan sumber daya alam dan lingkungan Indonesia.
Dewan Penasihat Pertambangan Asosiasi Penambang Nikel Indonesia Djoko Widajatno, Vice Dean of Academic Affairs & Research Support Telkom University Dr. Martha Tri Lestari, dan Dosen Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia Dr. Ir. Mahawan Karuniasa sepakat bahwa penerapan ESG harus dilihat sebagai bagian dari strategi jangka panjang. Standar ini tidak hanya memberi akses ke pasar internasional, tetapi juga memastikan kontribusi nyata bagi masyarakat sekitar tambang.
Dr. Ir. Mahawan Karuniasa menyampaikan bahwa kepatuhan pada standar internasional memang penting, namun substansi utamanya adalah bagaimana industri pertambangan mampu menyeimbangkan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Mahawan juga menyoroti perlunya Indonesia memiliki standar yang diakui secara global agar industri tidak terjebak pada praktik
green colonialism atau sekadar
greenwashing.
“Dengan memenuhi standar ESG, industri pertambangan Indonesia bukan hanya akan lebih diterima di pasar global, tetapi juga mampu memastikan keberlanjutan sumber daya alam dan kesejahteraan masyarakat sekitar. Karena itu, ESG harus dilihat melampaui kepatuhan semata, melainkan sebagai upaya membangun keberlanjutan yang sesungguhnya,” ujar Mahawan.
Dalam
keynote speech bertema "No Prosperity without Sustainability," Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono menegaskan bahwa pembangunan ekonomi tidak bisa dipisahkan dari keberlanjutan lingkungan.
“Krisis iklim bukan lagi ancaman masa depan, tetapi kenyataan yang kita hadapi hari ini,” katanya.
Peringatan tersebut disampaikan sebagai pengingat bahwa mengejar pertumbuhan dengan mengorbankan lingkungan hanya akan meninggalkan beban berat bagi generasi mendatang sehingga setiap langkah yang diambil saat ini akan menentukan arah masa depan Indonesia.
Menteri Agus Harimurti juga menekankan bahwa Indonesia tidak bisa lagi membangun dengan cara lama. Transisi menuju pembangunan hijau perlu dipercepat melalui inovasi ramah lingkungan, tata ruang berkelanjutan, dan infrastruktur yang tangguh. Agenda ini hanya akan berhasil jika didukung kolaborasi multisektor yang melibatkan pemerintah, swasta, akademisi, komunitas, hingga masyarakat sehingga upaya keberlanjutan benar-benar inklusif.
Selama dua hari, Kumparan Green Initiative Conference 2025 menghadirkan beragam pandangan dari pemerintah, pelaku industri, akademisi, hingga masyarakat.
Keseluruhan rangkaian Kumparan Green Initiative Conference 2025 menunjukkan bahwa perbedaan latar belakang justru menjadi kekuatan ketika semua berpadu dalam tujuan yang sama untuk membangun masa depan yang berkelanjutan.