Aturan Rokok Perlu Deregulasi Demi Wujudkan Indonesia Incorporated

Ilustrasi petani tembakau. Foto: Metrotvnews.com/Iswahyudi.

Aturan Rokok Perlu Deregulasi Demi Wujudkan Indonesia Incorporated

Husen Miftahudin • 10 April 2025 15:13

Jakarta: Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) mengapresiasi pidato Presiden Prabowo Subianto terkait semangat Indonesia incorporated. Konsep tersebut mengartikan pemerintah dan pelaku bisnis harus berjalan seiringan untuk mencapai tujuan yang sama, yakni menjadikan Indonesia bangsa yang sejahtera dan bermartabat.

"Kami GAPPRI yang menaungi industri hasil tembakau (IHT) kretek bangga sebagai bagian dari Indonesia Incorporated yang selama ini telah berkontribusi sangat besar dalam penyerapan lapangan kerja (padat karya) dan menyumbangkan pemasukan kepada negara berupa cukai dan pajak," kata Ketua Umum Perkumpulan GAPPRI Henry Najoan dalam keterangan resmi, Kamis, 10 April 2025

Henry mengatakan, saat ini terdapat 500 peraturan baik fiskal dan nonfiskal yang dibebankan pada IHT kretek. Padatnya aturan (heavy regulated) tersebut berekses negatif di lapangan karena aturan tidak incorporated, lebih banyak mengadopsi kepentingan pesaing bisnis global yang masuk melalui Framework Convention on Tobacco Control (FCTC)-WHO.

Salah satu dampak signifikan akibat padatnya peraturan adalah kinerja penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) tidak mencapai target. Pada 2024 mencapai Rp216,9 triliun atau 94,1 persen dari target Rp230,4 triliun. Produksi rokok legal juga terus mengalami penurunan.

"Situasi IHT kretek saat ini memerlukan deregulasi. Pemerintah perlu meninjau ulang atau sinkronisasi peraturan satu dengan lainnya sehingga memberikan rasa keadilan demi cita-cita kemandirian ekonomi nasional," beber Henry.
 

Baca juga: Penyusunan Regulasi Pertembakauan Diminta Libatkan Pihak Terdampak


(Ilustrasi petani tembakau. Foto: Istimewa)
 

Usulkan empat poin krusial


GAPPRI juga mengusulkan empat poin krusial kepada pemerintah. Pertama, tidak menerbitkan kebijakan yang dapat memberatkan IHT kretek, hal itu agar IHT kretek bisa resilien dan memberi peluang pemulihan atas keterpurukan bisnis dan tekanan rokok murah yang tak jelas asal dan produsennya.

Merujuk kajian GAPPRI, keberadaan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 tentang peraturan pelaksanaan Undang Undang No. 17 tahun 2023 tentang Kesehatan, khususnya pada Bagian XXI Pengamanan Zat Adiktif yang termuat dalam Pasal 429-463, berpotensi mengancam kedaulatan ekonomi Indonesia. Karena itu, GAPPRI memohon agar pemerintah meninjau ulang aturan tersebut.

"GAPPRI juga menolak rencana pemerintah (Kementerian Kesehatan RI) mengatur kemasan polos (plain packaging). Sebab, hal itu akan membuat IHT legal gulung tikar karena semakin susah membedakan antara satu merek dengan merek lain," jelas dia.

GAPPRI juga memohon adanya relaksasi pembayaran pemesanan pita cukai dari 60 hari menjadi 90 hari. Hal itu untuk memberikan daya tahan ekonomi pabrikan rokok atas dampak yang ditimbulkan. "Pabrik rokok memang butuh insentif, tapi situasi seperti ini negara juga membutuhkan pemasukan," ujar Henry.

Kedua, mendorong moratorium kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) dan Harga Jual Eceran (HJE). Selama 2025-2027, agar IHT bisa pulih terutama dari tekanan rokok murah yang tidak jelas asal dan produsennya. "Selama ini pungutan negara terhadap IHT kretek sudah mencapai 70 persen hingga 82 persen pada setiap batang rokok legal," paparnya.

Ketiga, mendorong kebijakan tarif cukai yang inklusif dan berkeadilan secara seimbang bagi aspek kesehatan, tenaga kerja lHT, pertanian tembakau, peredaran rokok ilegal dan penerimaan negara melalui Peta Jalan (Roadmap) lndustri Hasil Tembakau 2025-2029.

"Keempat, GAPPRI juga mendukung terus dilaksanakan operasi gempur rokok ilegal dengan melakukan penindakan secara tegas sampai ke produsen ilegalnya," tegas Henry.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)