Penyidik Rampung Merevisi Berkas Kasus Penistaan Agama Panji Gumilang

Pemimpin Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang. Foto: Metro TV.

Penyidik Rampung Merevisi Berkas Kasus Penistaan Agama Panji Gumilang

Theofilus Ifan Sucipto • 18 September 2023 17:44

Jakarta: Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri merampungkan berkas perkara penistaan agama pemimpin Pondok Pesantren Al-Zaytun Panji Gumilang. Berkas itu bakal dikembalikan lagi ke Kejaksaan Agung (Kejagung).

"Penyidik telah melengkapi berkas perkara yang dikembalikan oleh jaksa penuntut umum (JPU) dan penyidik akan segera mengirim kembali berkas perkara saudara PG ke JPU," kata Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan dalam keterangan tertulis, Senin, 18 September 2023.

Ahmad mengatakan berkas itu sempat dikembalikan Kejagung. Kala itu, penyidik Polri diminta melengkapi berkas dengan memeriksa sejumlah saksi tambahan.

Lantas, Polri memenuhi permintaan itu dengan memeriksa lima saksi tambahan. Termasuk, satu orang ahli.

"Lima saksi tambahan terdiri dari pihak Ponpes Al-Zaytun hingga perwakilan masyarakat. Polri sendiri telah memeriksa Panji Gumilang untuk melengkapi berkas perkara," jelas Ahmad.

Sebelumnya, Polri menetapkan Panji sebagai tersangka penistaan agama. Penetapan tersangka dilakukan dalam gelar perkara usai pemeriksaan Panji sebagai saksi.

"Hasil dalam proses gelar perkara semua menyatakan sepakat untuk menaikkan saudara PG menjadi tersangka," kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa, 1 Agustus 2023.

Bareskrim Polri mengantongi tiga unsur pidana yang diduga dilakukan Panji Gumilang. Pertama, Pasal 156A KUHP tentang Penistaan Agama. Kedua, Pasal 45A ayat (2) Jo 28 ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Beleid itu berbunyi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.

Ketiga, Pasal 14 Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang mengatur terkait berita bohong. Beleid itu menyebutkan barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 10 tahun.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)