Meretas Kartu Kredit di Jepang, 2 WNI Ditangkap

Ilustrasi. Medcom

Meretas Kartu Kredit di Jepang, 2 WNI Ditangkap

Siti Yona Hukmana • 8 August 2023 17:26

Jakarta: SB dan DK, warga negara Indonesia (WNI) ditangkap terkait kasus peretasan kartu kredit untuk pembayaran secara elektronik di Jepang. SB berperan sebagai pengawas perangkat di Jepang, dan DK sebagai otak dari peretasan yang mengontrol SB dari Indonesia.

"Perkara ini, merupakan akses ilegal dengan cara meretas kartu kredit yang digunakan para pelaku untuk melakukan pembayaran elektronik di beberapa market place di Jepang," kata Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri Brigjen Adi Vivid Agustiadi Bachtiar di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa, 8 Agustus 2023.

Adi Vivid mengatakan kedua tersangka membeli akses peretasan di 16shop. Keduanya membeli akses sekitar Rp700 ribu.

SB dan DK merupakan rekan sesama Disc Jockey (DJ) di Bali. Keduanya mengatur strategi untuk melakukan tindak pidana ini.

Adi Vivid menyebut pihaknya bekerja sama dengan Atase Kepolisian Jepang dalam mengugkap kasus ini. Keterlibatan SB terendus lantaran kerap membeli barang elektronik dengan kartu kredit yang diretas, lalu menjualnya ke warga negara Jepang.

"SB ini membeli beberapa barang elektronik ada yang diambil di pos ada yang di alamatkan ke alamat SB di Jepang. Alamat tersebut bisa diidentifikasi oleh kepolisian jepang, kemudian ditangkap dan dikembangkan sehingga kami bisa mengamankan saudara DK," ucapnya.

Tercatat ada delapan korban warga negara Jepang yang melapor. Kerugian ditaksir mencapai Rp1,6 miliar.

"Kerugian mencapai Rp 1,6 miliar," kata Adi Vivid.

Kedua tersangka telah ditahan. SB ditahan di Jepang karena ditangkap Kepolisian Jepang, sedangkan DK ditangkap Bareskrim Polri dan ditahan di Rutan Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.

Tersangka DK dijerat Pasal 46 ayat 1, 2, 3 jo Pasal 30 ayat 1, 2, 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terkait akses ilegal. Dengan ancaman hukuman paling lama 8 tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp800 juta.

Lalu, Pasal 48 ayat 1 Jo Pasal 32 ayat 1 UU ITE terkait modifikasi informasi dan dokumen elektronik. Dengan ancaman paling lama 8 tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp2 miliar.

Kemudian, Pasal 51 ayat 1 Jo Pasal 35 UU ITE terkait manipulasi data seolah-olah autentik. Dengan ancaman hukuman paling lama 12 tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp12 miliar. Terakhir, Pasal 363 KUHP tentang pencurian. Dengan ancaman hukuman paling lama 5 tahun penjara dan atau denda Rp900.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)