Efektivitas Tax Amnesty Rendah

Ilustrasi tax amnesty. Foto: Medcom.id

Efektivitas Tax Amnesty Rendah

M Ilham Ramadhan Avisena • 22 November 2024 12:48

Jakarta: Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai efektivitas dari program pengampunan pajak atau tax amnesty cukup rendah. Itu terlihat dari capaian perolehan negara yang berhasil dikumpulkan pada periode pertama dan kedua program tersebut bergulir.
 
Direktur Pengembangan Big Data Indef Eko Listiyanto juga mengatakan, pengampunan pajak yang dilakukan berulang itu juga dinilai akan berdampak buruk bagi perekonomian.
 
"Tax amnesty itu prinsip dasarnya tidak bisa berlaku dalam waktu sangat cepat, hampir setiap beberapa tahun sekali, itu tidak bisa," ucap Eko di Jakarta, dikutip Jumat, 22 November 2024.
 
"Tapi ini kan saking terpaksanya pemerintah kan harus menambah penerimaan, sehingga hal-hal yang secara teoritis sebetulnya tidak bisa dilakukan dalam waktu jangka menengah ini, terpaksa dia lakukan karena untuk menambah objek pajak untuk menambah pundi-pundi penerimaan negara," tambah dia.
 
Efektivitas rendah pada rencana pengampunan pajak juga bakal muncul lantaran sasaran objek pajak telah tercakup dalam Tax Amnesty Jilid I dan II. Saat ini, tutur Eko, para peserta program pengampunan pajak pertama dan kedua itu telah tertib dalam urusan pajaknya.
 
Karenanya, dia justru mengkritisi apa yang ingin dicari lagi dari wacana pengampunan pajak di tahun depan. "Terus mau diapakan lagi? (Akan) lebih susah lagi mencari konteks 'fresh money' dari kebijakan tax amnesty yang di-Prolegnas-kan," papar Eko.
 

Baca juga: Soal Tax Amnesty, Komisi XI DPR RI: Baru Wacana
 

Cuma untungkan pengusaha yang tak jujur

 
Sementara, itu ekonom senior sekaligus pendiri Indef Didik J. Rachbini mendorong pemerintah untuk menolak usulan DPR untuk kembali menjalankan program pengampunan pajak atau tax amnesty. Pasalnya program tersebut berbau kepentingan politik dan hanya menguntungkan pelaku usaha yang tak jujur memenuhi kewajiban pajaknya.
 
"Amnesty itu saya kira ada bau-bau politik. Di waktu lalu sudah dilakukan, tapi hasilnya tidak menggemberikan. Itu moral hazardnya banyak, transparansi saja. Saya kira memang harus banyak kritik ke DPR juga. DPR itu kan dominan memang pengusaha. (Pemerintah) jangan (turuti tax amnesty)," ujar dia.
 
Sedangkan Wakil Ketua Komisi XI DPR Muhammad Hanif Dhakiri menegaskan, masuknya revisi UU 11/2016 tentang Pengampunan Pajak dalam Prolegnas 2025 harus didasarkan pada analisis kebutuhan fiskal negara dan target yang jelas.
 
Ia menekankan, tanpa reformasi sistem perpajakan yang mendasar, kebijakan ini berisiko memperkuat ketidakpatuhan pajak dan melemahkan kepercayaan terhadap sistem perpajakan.
 
"RUU Tax Amnesty tidak boleh hanya menjadi solusi sementara untuk meningkatkan penerimaan negara. Program ini harus dirancang dengan hati-hati dan diiringi reformasi sistem pajak yang menyeluruh agar memberikan dampak positif jangka panjang," terang Hanif.


(Ilustrasi. Foto: dok MI)
 

Dibarengi dengan reformasi perpajakan

 
Dari dua pelaksanaan program pengampunan pajak sebelumnya, kata Hanif, pendapatan negara memang mengalami peningkatan signifikan. Sayangnya itu juga diikuti dengan persoalan kepercayaan wajib pajak terhadap pemerintah.
 
Dia menekankan, pengampunan pajak mestinya menjadi bagian dari reformasi sistem perpajakan yang luas. Program itu menurutnya harus diiringi penguatan basis data wajib pajak, percepatan digitalisasi pajak, dan penegakan hukum yang tegas.
 
"Reformasi ini penting untuk memastikan sistem perpajakan yang lebih kredibel dan mampu mendorong kepatuhan wajib pajak secara sukarela," kata Hanif.
 
Pembahasan RUU itu juga perlu dilakukan secara transparan dan didasarkan pada kebutuhan yang jelas. Pemerintah harus menyajikan data dan analisis akurat mengenai dampak fiskal dan proyeksi manfaat dari kebijakan tersebut.
 
Selain itu, kebijakan tersebut harus menjaga keadilan bagi wajib pajak yang patuh. "Jangan sampai tax amnesty menciptakan ketimpangan atau persepsi ketidakpatuhan dapat diampuni tanpa konsekuensi. Hal ini dapat merusak kepercayaan publik terhadap sistem pajak," ujar Hanif.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Husen Miftahudin)