Dianggap Berbahaya, 4 Alasan Media Sosial Harus Dipisah dengen E-commerce

Ilustrasi live shopipng TikTok. Foto: Medcom.id/Annisa Ayu

Dianggap Berbahaya, 4 Alasan Media Sosial Harus Dipisah dengen E-commerce

Annisa ayu artanti • 4 October 2023 14:15

Jakarta: Pemerintah akhirnya membeberkan empat hal utama pemisahan bisnis antara media sosial dan e-commerce atau social commerce.

Hal itu seiring dengan penutupan TikTok Shop hari ini dan Permendag Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Staf Khusus Menteri koperasi dan UKM (MenKopUKM) Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif, Fiki Satari menjelaskan, setidaknya ada empat alasan yang membuat sebuah platform dilarang menjalankan bisnis tersebut secara bersamaan.

Pertama, sebuah platform bisa memonopoli pasar. Ironisnya, monopoli alur traffic dijalankan tanpa disadari oleh pengguna. Mereka diarahkan untuk membeli produk tertentu tanpa mereka sadar.

"Monopoli terjadi apabila ada platform yang mempunyai kemampuan untuk mengendalikan pasar, penetapan harga yang tidak adil, perlakuan yang berbeda, dan penetapan harga diskriminatif berdasarkan data yang dipunyai," kata Fiki dilansir dari laman Kemenkop UKM, Rabu, 4 Oktober 2023. 

Baca juga: TikTok Shop Ditutup Sore Ini, Menkop UKM: Seller dan Affiliator Masih Bisa Promosi Kok!

Memanipulasi algoritma

Kedua, platform bisa memanipulasi algoritma. Platform yang memiliki media sosial dan e-commerce secara bersamaan bisa dengan mudah mendorong produk asing tertentu untuk muncul terus menerus di media sosial pengguna dan di saat bersamaan mempersulit produk lokal untuk muncul di media sosial.

"Manipulasi algoritma ini memungkinkan platform untuk menguntungkan satu produk dan di saat bersamaan mendiskriminasi produk lainnya," tutur Fiki.

Ketiga, platform bisa memanfaatkan traffic. Media sosial mempunyai traffic yang sangat besar dan saat ini dapat dimanfaatkan menjadi navigasi atau trigger dalam pembelian di e-commerce.

Trigger pembelian ini tidak boleh ditangkap oleh e-commerce yang berada dalam satu platform dengan media sosial. Jika ini terjadi, maka tidak ada equal playing field dalam industri digital di Indonesia.

Keempat, perlindungan data. Jika berkaca kepada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, pemrosesan data pribadi dilakukan sesuai dengan tujuannya. Karena media sosial tujuannya untuk hiburan, maka data yang didapat dari situ tidak untuk diperdagangkan.

"Data demografi pengguna dan agregat pembelian sangat memungkinkan untuk diduplikasi sebagai basis pembuatan produk sendiri atau terafiliasi oleh platform yang menjalankan bisnis secara bersamaan," ucap Fiki.
 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Annisa Ayu)