Psikolog anak dan remaja Vera Itabiliana. (tangkapan layar)
Siti Yona Hukmana • 17 November 2024 14:48
Jakarta: Psikolog anak dan remaja Vera Itabiliana merespons peristiwa perundungan oleh siswa SMK Gloria 2 Surabaya terhadap siswa SMA Cita Hati yang menyamakan rambutnya dengan anjing pudel. Vera mengatakan orang pasti tidak terima dengan perkataan ejekan itu.
"Hal-hal yang berkaitan dengan grading daripada bullying itu sendiri bergantung kepada apa yang dikatakan, apa respons dari anak ini secara emosional. Orang awam pun nilai dikatakan rambutnya seperti hewan anjing pudel pasti tersinggung," kata Vera dalam program Crosscheck Medcom.id, Minggu, 17 November 2024.
Namun, Vera menyebut tingkat emosional setiap orang merespons perkataan orang lain tidak bisa disamaratakan. Sebab, kata Vera, setiap orang punya latar belakang masing-masing.
"Ada mungkin nggak usah dikatakan rambutnya seperti anjing pudel. Mungkin dibilang, rambut kamu kok kurang rapi? Oh iya itu lebih halus. Netral kan harusnya (tapi tetap tersinggung)," ujar Vera.
Terlebih, bila korban datang dari keluarga yang tidak pernah dikritik. Maka, berat baginya menerima perkataan rambutnya kurang rapi. Bahkan, sudah langsung merasa menjadi korban perundungan.
"Enggak usah sampai ke pudel. Jadi dampaknya itu sangat bisa subjektif sekali, tidak melulu harus tergantung dari apa," ucapnya.
Di sisi lain, anak yang terbiasa dikritik akan biasa saja mendapat perkataan tidak baik. Sekalipun dikatakan rambutnya mirip anjing pudel. Vera mengatakan kembali lagi ke latar belakang masing-masing orang.
Namun, terpenting Vera menekankan bahwa setiap anak-anak harus tahu batasan saat berbicara. Batasan ini perlu diajarkan oleh orang tua kepada anak-anaknya.
Guna mengetahui kapan seseorang tidak menyukai perkataan yang kita sampaikan saat berkomunikasi. Yaitu ketika seseorang sudah memperlihatkan ketidaksukaannya dengan kata-kata yang disampaikan. Bercanda masih bisa dikategorikan bila kedua pihak tetap saling tertawa.
"Tapi kalau yang satu sudah merah mukanya sudah hilang senyumnya berarti kamu sudah menyinggung dia. Nah itu kamu harus stop. Nah disitu jadi kita bicara belajar empati," pungkas Vera.
Kasus ini berawal saat seorang wali murid SMA Cita Hati, Ivan Sugianto yang melabrak siswa SMA Gloria 2 Surabaya dengan arogan pada pertengahan Oktober 2024. Oknum wali murid itu memaksa siswa yang dilabrak untuk bersujud dan menggonggong. Saat itu Ivan datang ke sekolah korban dengan dikawal sejumlah preman.
Permasalahan ini muncul dari pertandingan basket antara SMK Gloria 2 melawan SMA Cita Hati. Saat itu korban mengejek rambut anak pelaku, dengan menyebut seperti rambut pudel. Selaku orang tua, Ivan kemudian marah setelah dilapori anaknya. Kemudian, meminta pelaku minta maaf dengan bersujud an menggonggong.
Korban berinisial EV dan keluarga melaporkan aksi itu ke kepolisian agar mendapat keadilan. Berdasarkan laporan itu polisi akhirnya menetapkan Ivan sebagai tersangka dan ditangkap.
Akibat perbuatannya, tersangka Ivan disangkakan Pasal 80 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 335 ayat 1 KUHP. Dengan ancaman hukuman 3 tahun penjara.