Makan Bergizi Gratis Bikin Anggaran K/L 'Kesunat' hingga 20%

Ilustrasi kerangka APBN - - Foto: dok MI.

Makan Bergizi Gratis Bikin Anggaran K/L 'Kesunat' hingga 20%

Media Indonesia • 29 June 2024 13:43

Jakarta: Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menilai anggaran Kementerian/Lembaga di tahun depan akan mengalami penurunan rerata 10 persen hingga 20 persen. Itu terjadi lantaran adanya keinginan dari pemerintah yang sekarang dan nanti memasukkan program Makan Bergizi Gratis (MBG).
 
"Rata-rata penurunan pagu anggaran K/L bisa mencapai 10-20 persen dari tahun sebelumnya, hal ini diduga berkaitan dengan program makan bergizi yang akan direalisasikan pada tahun 2025," ujar Sekretaris Jenderal FITRA Misbah Hasan melalui keterangan pers yang dikutip pada Sabtu, 29 Juni 2024.
 
Adapun presentase pasti penurunan anggaran K/L disebut masih cukup dinamis lantaran saat ini masih dalam kerangka pagu indikatif.
 
Karenanya, masing-masing K/L masih bisa bernegosiasi melalui forum trilateral dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas hingga pembacaan Nota Keuangan 16 Agustus mendatang.
 
Peluang untuk bernegosiasi juga masih dapat dilakukan pada saat pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) pada Agustus hingga Oktober 2024.
 

Butuh Rp185,2 triliun/tahun

 
Berdasarkan simulasi yang dikeluarkan Bappenas, program MBG membutuhkan alokasi dana Rp71 triliun untuk 20 ribu porsi pada 2025. Alokasi tersebut merupakan simulasi awal dari kebutuhan per tahun sebesar Rp185,2 triliun.
 
Adapun sasaran dari program makan bergizi gratis adalah siswa pra-sekolah, SD, SMP, SMA dan Pesantren sebanyak 80 juta pada tahun 2029 untuk tujuan menangani stunting.
 
Misbah menilai, anggaran makan bergizi gratis sebesar Rp71 triliun terlampau besar. Terlebih skema pemberian MBG belum ada kejelasan dan titik. Terang. "Program ini belum jelas akan diurus oleh kementerian mana, apakah akan dilakukan kementerian tersendiri atau lintas kementerian," kata dia.
 
"Hal ini menjadi penting karena berkaitan dengan struktur Kabinet presiden dan wakil presiden baru yaitu Prabowo-Gibran. Harusnya terlebih dahulu dilakukan uji publik, jangan sampai di tengah jalan terjadi persoalan," tambah Misbah.
 
Di antara terbatasnya ruang APBN dan janji politik, lanjutnya, pemerintah tentu akan mencari tambahan pendapatan agar program makan bergizi terealisasi, salah satunya bisa dengan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan mencari sumber pendapatan lainnya baik dari pajak maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
 
"Saat ini, pemerintah sudah menerapkan Automatic Adjustment lima persen ke seluruh K/L, yang kemungkinan juga digunakan untuk program makan bergizi gratis, dan ini hampir pasti akan diterapkan di tahun 2025 dengan persentasenya yang lebih besar. Padahal Automatic Adjustment ini harusnya digunakan pada saat kondisi negara genting karena ketidakstabilan global," tutur Misbah.
 
Baca juga: Makan Bergizi Gratis Dilaksanakan Bertahap, Anggaran Tahap Awal Rp71 T
 

Jangan dijadikan bancakan

 
Sementara itu, Peneliti FITRA Gurnadi Ridwan juga menambahkan, selain masalah teknis dan pendanaan dalam persiapan program makan bergizi gratis, pemerintah perlu juga membuat mitigasi untuk mengatasi kebocoran anggaran dan conflict of interest dalam pengadaan barang dan jasa (PBJ).
 
"Jangan sampai program makan siang gratis dijadikan bancakan dan bagi-bagi jatah saja, hal ini tentu akan berakibat pada efektivitas dan dampak program. Publik tentu tidak rela jika alokasi anggaran sebesar Rp 1 Triliun akan banyak dihabiskan untuk administrasi, rapat dan koordinasi saja, oleh sebab itu transparansi anggarannya harus jelas," tutur dia.
 
Selain itu, Gurnadi juga memberikan catatan jika alokasi makan bergizi gratis masuk dalam pos cadangan yang dikelola oleh Bendahara Umum Negara (BUN). Berdasarkan pengalaman FITRA, transparansi dan akuntabilitas anggaran di BUN relatif sulit diakses.
 
Dia mengingat, ada dua akses data yang pernah dilakukan FITRA ke BUN, yaitu permohonan data anggaran program BBM Tertentu (JBT) Minyak Solar dan data anggaran Bansos Presiden, keduanya tidak bisa diakses karena alasan kerahasiaan dan keamanan negara.
 
"Jika masuk BUN akan sulit dipantau, bahkan legislatif hanya tahu gambaran besarnya saja," tutup Gurnadi.

(M ILHAM RAMADHAN)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)