Ilustrasi. Foto: Dok Medcom.id
Dinda Shabrina • 31 July 2024 15:01
Jakarta: Indonesia Corruption Watch (ICW) menyampaikan kasus korupsi dana hibah dari pemilihan kepala daerah (pilkada) marak terjadi. Negara berpotensi merugi hingga miliaran rupiah.
Anggota Divisi Korupsi Politik ICW Seira Tamara mengatakan kasus korupsi yang berkaitan dengan pemilu pada 2023 tercatat sebanyak 17 kasus yang ditangani aparat penegak hukum. Dari kasus-kasus tersebut sebanyak 11 kasus berkaitan dengan korupsi dana hibah pilkada, dengan kerugian keuangan negara mencapai Rp38,2 miliar.
"Pengawasan ketat terhadap anggaran pilkada mutlak untuk dilakukan lantaran pilkada serentak 2024 akan menghabiskan biaya yang tidak sedikit," ujar Seira, Rabu, 31 Juli 2024.
Dia menyebutkan bahwa tak kurang sekitar Rp 41 triliun anggaran publik akan digelontorkan untuk memilih pemimpin baru di 541 daerah di seluruh Indonesia. Jumlah tersebut naik hampir dua kali lipat dari biaya pilkada sebelumnya yang menghabiskan biaya sebesar Rp20,4 triliun pada tahun 2020, Rp15,15 triliun pada tahun 2018, dan Rp5,9 triliun pada tahun 2017.
Dana hibah Pilkada sendiri dialokasikan melalui APBD masing-masing daerah. Sesuai ketentuan Pasal 166 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, dinyatakan bahwa pendanaan kegiatan pilkada dibebankan kepada APBD dan dapat didukung oleh APBN.
"Pendanaan yang berasal dari APBD dituangkan dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dengan alokasi pendanaan pilkada masing daerah berasal dari tahun anggaran 2023 sebesar 40 persen dan tahun anggaran 2024 sebesar 60 persen," jelasnya.
Dana hibah tersebut akan diberikan kepada KPU dan Bawaslu provinsi untuk pelaksanaan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, serta kepada KPU dan Bawaslu Kabupaten/Kota untuk pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota.
Baca juga: KPK Tegaskan Tak Pernah Bekerja Atas Titipan |