Saparinah Sadli: Inspirasi Abadi dari Lorong Psikologi UI

Prof. Dr. Saparinah Sadli, perempuan yang kini berusia 99 tahun dan menjadi saksi hidup perjalanan panjang ilmu psikologi dan gerakan perempuan Indonesia (Foto:Dok.Kemensos)

Saparinah Sadli: Inspirasi Abadi dari Lorong Psikologi UI

Patrick Pinaria • 7 November 2025 20:49

Depok: Hangat matahari pagi menerobos pepohonan di lingkungan Universitas Indonesia, di Depok, Jawa Barat. Sejumlah orang tampak menunggu kedatangan tamu yang tak lama datang dengan kendaraan. Sosok perempuan dengan busana daster sederhana turun dari kendaraan dan disambut mereka yang memang menunggunya. Tubuhnya mungkin renta, tetapi matanya masih jernih dan senyumnya meneduhkan.
 
Dialah Prof. Dr. Saparinah Sadli, perempuan yang kini berusia 99 tahun dan menjadi saksi hidup perjalanan panjang ilmu psikologi dan gerakan perempuan Indonesia.
 
Hari itu, civitas akademika UI mengabadikan namanya dalam ruang yang baru direnovasi: “Lobby Saparinah Sadli.” Sebuah penghormatan yang bukan hanya pada nama, tetapi pada nilai, kerja, dan keteladanan hidupnya.
 
“Saya bersyukur, sudah tua tapi senang masih diingat, masih dianggap,” katanya lirih namun tegas, disambut tawa kecil dan hangat rekan dan mereka yang menunggu Ibu Sap, panggilan akrab Saparinah Sadli.
 
Bagi banyak orang, usia hampir satu abad adalah fase penuh batas. Tapi bagi Saparinah, batas itu nyaris tak terasa. Ia menjalani hari-harinya dengan rutinitas sederhana: bangun pagi, menyeruput kopi hitam tanpa gula, membaca sebentar, berbincang dengan asisten rumah tangga yang telah menemaninya puluhan tahun.
 
“Saya hidup seadanya saja. Apa yang disediakan, ya dimakan. Tidak ada pantangan. Saya tidak maksa diri,” ucapnya, masih dengan logat lembut dan senyum ramah.
 
Kesederhanaan itu bukan sekadar pilihan, melainkan cermin pandangan hidupnya: bahwa kebahagiaan bukan berasal dari keistimewaan, tetapi dari penerimaan. Ia merasa beruntung masih bisa mandiri, tinggal di rumah sendiri, dan dikelilingi orang-orang yang memperlakukannya “seperti keluarga.”
 
Kehidupan sehari-hari yang bersahaja ini menjadi gambaran ideal bagi apa yang disebut banyak peneliti sebagai successful aging — penuaan yang penuh makna, diisi dengan rasa syukur dan relasi yang tulus.
 

 

Sebuah Hari untuk Apresiasi Perjalanan Panjang dan Menghormati Warisan

 
Di ruang yang kini diberi namanya, Lobby Saparinah Sadli, atmosfer tercipta hangat oleh nostalgia. Para dosen senior, alumni, dan handai taulan tampak berfoto bersama, haru bercampur bahagia dengan kehadiran sang guru besar.
 
Di sisi lain ruangan, Dr. Suratna, Direktur Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia Kementerian Sosial (Kemensos) RI, tampak berbincang dengan jajaran Fakultas Psikologi. Suratna sendiri bukan orang asing di kampus Yellow Jacket, karena dia juga alumni Fakultas Psikologi UI, dan memang pernah menjadi mahasiswanya sang guru besar Saparinah Sadli. Ia menyampaikan rasa kagum atas vitalitas dan ketulusan Prof. Saparinah yang tetap hadir dan berinteraksi dengan penuh semangat.
 
Kunjungannya hari itu bukan sekadar seremoni, melainkan awal dari sebuah sinergi yang menjanjikan. “Setelah kegiatan ini, kami melihat banyak peluang kerja sama dengan Fakultas Psikologi,” ujarnya.



Suratna menambahkan, bahwa program-program Kemensos seperti asistensi rehabilitasi sosial dan makanan bergizi bagi lansia bisa diperkuat secara teoritis dan akademis.
 
“Lansia patut mendapat cinta dan perhatian. Kami ingin mengajak generasi muda agar mereka bisa menjadi teman dan pendamping lansia, seperti teladan Ibu Saparinah,” imbau Suratna.
 
Menurut Suratna, figur Saparinah juga menjadii simbol penting dalam kerja sosial pemerintah, contoh diorama hidup nan nyata bahwa lansia bukan beban, melainkan sumber inspirasi dan pengetahuan.
 
“Beliau tetap mandiri, produktif, bahagia. Ini bukti bahwa usia bukan halangan untuk berdaya,” tutur Suratna.
 

Lobi Ramah Lansia dan Simbol Inklusi 


Di balik seremoni yang hangat itu, Fakultas Psikologi UI sejatinya sedang menegaskan jati dirinya: kampus ilmu yang hidup dalam praksis sosial.

Herta Napitupulu, Wakil Dekan Fakultas Psikologi UI, menjelaskan bahwa peresmian Lobby Saparinah Sadli merupakan bagian dari pembaruan fasilitas kampus agar lebih ramah lansia dan inklusif.
 
“Kami ingin menciptakan ruang yang bisa diakses semua kalangan. Inklusi adalah kata kunci di Fakultas Psikologi,” ujar Herta.

Prof. Saparinah, lanjut Herta, adalah simbol dari inklusi itu sendiri, sosok lansia yang tetap aktif, bahagia, dan diterima di lingkungannya.
 
Ia menambahkan, Fakultas Psikologi UI kini membuka diri untuk menjalin kerja sama berkelanjutan dengan Kemensos. Bidang psikologi sosial dan klinis menjadi pintu masuk yang ideal untuk program pendampingan lansia.


 
“Mahasiswa psikologi bisa belajar langsung di lapangan bersama program Kemensos. Ini kerja sama yang saling memperkaya. Akademisi mendapatkan pengalaman nyata, dan Kemensos mendapat dukungan ilmiah,” jelasnya.
 

Tentang Lansia dan Cinta yang Tak Lekang


Dalam percakapan yang santai, Saparinah pernah ditanya apa rahasianya bisa bertahan hingga usia 99 tahun dengan semangat seperti anak muda.
 
Ia tertawa pelan. “Tidak ada rahasia. Saya hanya tidak pernah memaksa diri,” katanya.
 
Bagi Kementerian Sosial, jawaban sederhana itu justru memuat filosofi mendalam. Bahwa kesejahteraan lansia tidak hanya diukur dari fisik atau bantuan materi, tetapi juga dari ruang untuk tetap menjadi diri sendiri,  diterima, dihargai, dan dicintai.
 
Program-program rehabilitasi sosial lansia yang kini dijalankan Kemensos banyak belajar dari filosofi seperti itu: membangun dukungan berbasis komunitas, mengajak anak muda, dan menciptakan lingkungan yang “ramah hati”.
 
“Lansia bahagia bukan hanya karena diberi makanan bergizi. Tapi karena merasa punya teman, punya tempat, dan masih dianggap berarti,” ujar Suratna.
 
Bagi Saparinah, aktivitas sosial tetap menjadi bagian dari hidup. Ia memang jarang keluar rumah, tetapi masih terhubung dengan komunitas lansia di kawasan Prapanca, Jakarta. Di sana, lansia berkumpul untuk senam, bernyanyi, atau sekadar berbincang santai.
 
“Ada senam, ada nyanyi, tergantung yang datang,” tuturnya.



Kegiatan sederhana itu menunjukkan bahwa penuaan aktif tidak selalu berarti sibuk. Kadang, cukup dengan hadir dan saling menyapa, kehidupan menjadi lebih bermakna.
 
Sepanjang hidupnya, Saparinah Sadli memegang satu keyakinan sederhana: bahwa manusia harus terus berpikir dan berbuat baik, tidak peduli usia. Ia tumbuh pada masa perjuangan, mengajar di era transisi, dan kini menikmati masa senja dengan damai.
 
“Saya bersyukur. Dulu saya banyak dibantu orang, sekarang saya hanya ingin hidup dengan tenang,” ujarnya.
 
Namun dalam ketenangan itu, tersimpan warisan moral yang besar. Ia mengajarkan bahwa menjadi tua bukan berarti berhenti, melainkan kesempatan untuk berbagi kebijaksanaan.
 

Sebuah Kolaborasi: Dari Kampus ke Kebijakan


Peresmian Lobby Saparinah Sadli juga menandai arah baru hubungan antara dunia akademik dan kebijakan sosial.

UI dan Kemensos sepakat untuk menjajaki kolaborasi yang tak berhenti di meja seremonial: riset terapan, program lapangan mahasiswa, hingga pembentukan komunitas pendamping lansia.
 
“Kami ingin teori dan kebijakan saling menguatkan. Apa yang ditemukan di lapangan bisa diuji secara ilmiah, dan sebaliknya,  hasil penelitian bisa diterapkan dalam program sosial,” kata Suratna.
 
UI pun menilai kerja sama ini penting untuk menghadapi fenomena aging society di Indonesia, populasi lansia yang terus meningkat dan membutuhkan pendekatan multidisiplin.
 
“Fakultas Psikologi punya tanggung jawab sosial. Kami ingin mahasiswa belajar bahwa sains psikologi bukan hanya untuk memahami manusia, tapi juga untuk menolongnya,” ujar Herta.
 

Cahaya di Usia Senja, Jejak yang Tak Akan Pudar


Bagi mahasiswa dan dosen muda Fakultas Psikologi UI, nama “Saparinah Sadli” kini tidak lagi hanya tercetak di sampul buku atau daftar sejarah di perpustakaan. Ia hadir di kehidupan nyata: pada dinding lobi tempat mereka melintas setiap hari, pada semangat untuk terus berpikir kritis, dan pada keyakinan bahwa ilmu pengetahuan harus berpihak pada kemanusiaan.
 
Setiap langkah di Lobby Saparinah Sadli kini menjadi pengingat: bahwa hidup yang sederhana pun bisa meninggalkan jejak mendalam.
 
Beranjak siang dan acara peresmian usai, Saparinah duduk di kursi roda di sisi ruangan lobi yang dibubuhkan namanya. Beberapa silih berganti menghampiri, meminta foto bersama. Ia menatap seolah melihat dirinya sendiri beberapa dekade lalu.
 
“Kalian nanti juga akan tua. Tapi kalau tua, jangan berhenti jadi manusia yang bahagia.,” katanya pelan, setengah bercanda.
 
Barangkali memang begitu caranya seorang Saparinah Sadli meninggalkan warisan: bukan dengan patung atau monumen, melainkan dengan sikap hidup: sederhana, hangat, dan penuh rasa syukur.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Rosa Anggreati)