Tony Blair Diisukan Pimpin Proses Transisi Gaza, Hamas Mengecam Keras

Eks PM Inggris Tony Blair. (Anadolu Agency)

Tony Blair Diisukan Pimpin Proses Transisi Gaza, Hamas Mengecam Keras

Muhammad Reyhansyah • 29 September 2025 15:03

Gaza: Kelompok pejuang Palestina, Hamas, menegaskan pada Minggu, 28 September,  bahwa mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair adalah sosok yang tidak diinginkan dalam konteks Palestina.

Pernyataan ini disampaikan anggota Biro Politik Hamas, Husam Badran, melalui unggahan di Telegram yang dikutip Anadolu Agency, Senin, 29 September 2025. 

Sikap tersebut muncul setelah harian Haaretz melaporkan, mengutip sumber politik Arab, bahwa Amerika Serikat sedang menyiapkan rencana menunjuk Blair untuk memimpin pemerintahan transisi di Gaza.

Badran menyebut rencana yang dikaitkan dengan Blair sebagai “pertanda buruk bagi rakyat Palestina.” Ia menggambarkan Blair sebagai “figur negatif yang pantas diadili di pengadilan internasional atas kejahatannya, terutama perannya dalam perang Irak 2003–2011.”

Ia bahkan menyebut Blair “saudara setan” yang “tidak pernah memberi manfaat bagi perjuangan Palestina, bangsa Arab, maupun umat Muslim.”

Menurut Badran, pengelolaan urusan Palestina, baik di Gaza maupun Tepi Barat, adalah masalah internal yang harus diputuskan melalui konsensus nasional, bukan dipaksakan pihak luar. 

“Rakyat Palestina mampu mengelola diri mereka sendiri; kami memiliki sumber daya dan keahlian untuk menjalankan urusan kami serta membangun hubungan dengan kawasan dan dunia,” ujarnya.

Badran juga mengungkapkan bahwa sejak Desember 2023, pimpinan Hamas telah memutuskan untuk tidak lagi memerintah Gaza sendirian, keputusan yang juga disampaikan kepada faksi Palestina lain serta negara-negara sahabat, bahkan sebelum eskalasi perang terbaru.

Sikap terhadap Usulan Gencatan Senjata

Terkait pembicaraan gencatan senjata, Badran menegaskan pihaknya tidak menerima usulan resmi dari mediator, saluran yang biasanya digunakan dalam negosiasi. “Sejauh ini semua informasi hanya beredar melalui media, baik dikaitkan dengan Presiden AS Donald Trump maupun pihak lain,” katanya.

Ia menambahkan, bukan kali pertama Washington bersama Israel melontarkan gagasan yang baru kemudian diformalkan dan disampaikan lewat mediator. Hamas sebelumnya menyebut perundingan gencatan senjata terhenti sejak upaya gagal pembunuhan terhadap para pemimpinnya di Doha, Qatar, pada 9 September lalu.

Trump sendiri pekan lalu mempresentasikan rencana 21 poin kepada para pemimpin Arab dan Muslim di sela Sidang Majelis Umum PBB ke-80 di New York, yang ditujukan untuk mengakhiri perang Israel di Gaza yang telah berlangsung dua tahun.

Pada 18 Agustus, Hamas sempat menerima usulan mediator terkait gencatan senjata parsial dan pertukaran tahanan, namun Israel tidak memberikan tanggapan meski proposal tersebut sejalan dengan inisiatif yang pernah diajukan utusan AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, dan disetujui Tel Aviv.

Oposisi Israel serta keluarga tawanan menuduh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sengaja menghalangi kesepakatan guna mempertahankan kekuasaannya. Netanyahu juga menghadapi dakwaan korupsi yang berpotensi membawanya ke penjara jika terbukti bersalah.

Sementara Mahkamah Pidana Internasional telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadapnya atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Sejak Oktober 2023, tentara Israel telah menewaskan lebih dari 66.000 warga Palestina di Gaza, sebagian besar perempuan dan anak-anak. Serangan tanpa henti menjadikan wilayah itu tidak layak huni, memicu kelaparan, serta penyebaran penyakit.

Baca juga:  Tony Blair Institute Terseret Isu Dugaan Pembersihan Etnis Gaza

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Willy Haryono)