SPBU Swasta Diminta Menghormati Regulasi Energi Nasional

DPR/Ilustrasi Metro TV/Fachri

SPBU Swasta Diminta Menghormati Regulasi Energi Nasional

M Sholahadhin Azhar • 3 October 2025 15:15

Jakarta: Polemik pembatalan pembelian bahan bakar (base fuel) dari Pertamina oleh sejumlah SPBU swasta, mendapat sorotan politisi Partai Golkar. Anggota DPR RI, Ahmad Irawan, menegaskan perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia, memiliki kewajiban untuk menghormati hukum dan regulasi nasional.

“Multinational enterprises wajib mematuhi hukum domestik. Itu prinsip dasar dalam berbisnis,” kata Ahmad Irawan dalam keterangan tertulis, Jumat, 3 Oktober 2025.

Ia menjelaskan di mana pun di dunia, pemerintah negara terkait memiliki mandat untuk mengatur tata kelola energi. Hal itu demi kepentingan masyarakat luas. Sehingga, SPBU swasta sebaiknya mengedepankan dialog konstruktif jika ada perbedaan pandangan atau kendala teknis.
 

Baca: BP dan Vivo Kompak Batal Beli Bensin dari Pertamina

“Kalau ada masalah administratif atau regulasi, jalan keluarnya tentu komunikasi. Bukan dengan langkah yang menimbulkan kegaduhan,” ujar politis muda Golkar ini.

Anggota DPR RI, Ahmad Irawan/Istimewa

Pandangan serupa disampaikan Sekretaris Bidang Kebijakan Ekonomi DPP Partai Golkar, Abdul Rahman Farisi. Ia menilai langkah SPBU swasta yang membatalkan pembelian base fuel dari Pertamina dapat dibaca sebagai strategi non-pasar yang biasa digunakan perusahaan besar untuk memberi tekanan kepada pemerintah.

“Selalu ada agenda terselubung di balik strategi non-pasar. Karena itu, pemerintah harus cermat menyikapi,” ucap Abdul Rahman.

Ia mengingatkan agar SPBU swasta tidak terus-menerus menjadikan isu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebagai alat tekanan. Menurut perhitungannya, secara bisnis, target penjualan dan profit mereka pada tahun 2025 sejauh ini sudah tercapai.

“Pihak SPBU swasta sebaiknya tidak membuat gaduh dengan isu PHK, sebab dari sisi bisnis target mereka sudah terpenuhi,” tegasnya.


Sekretaris Bidang Kebijakan Ekonomi DPP Partai Golkar, Abdul Rahman Farisi/Istimewa

Abdul Rahman juga mengaitkan polemik ini dengan arah kebijakan energi global. Saat banyak negara telah beralih ke standar bahan bakar berbasis etanol—Brasil dengan E27/E100, India E20, serta Eropa dan Amerika pada rentang E10 hingga E85—Indonesia justru masih tertinggal di level E2.

“Campuran etanol sudah lumrah di dunia. Justru Indonesia saat ini yang lebih rendah dibanding negara lain,” jelasnya.

Abdul Rahman juga menyinggung pernyataan Presiden Direktur Shell Indonesia, Ingrid Siburian, yang sebelumnya mengaku pihaknya pernah membeli bahan bakar dari Pertamina. Karena itu, ia mempertanyakan alasan Shell kini menolak membeli base fuel dari Pertamina hingga menimbulkan kegaduhan.

“Kalau sebelumnya mereka pernah membeli dari Pertamina, lalu kenapa sekarang menolak? Ini patut dipertanyakan konsistensinya,” kata Abdul Rahman.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(M Sholahadhin Azhar)