5 Tips Hadapi Dinamika Ekonomi dan Politik 2025 bagi Pemilik Bisnis

Ilustrasi. Foto: dok MI.

5 Tips Hadapi Dinamika Ekonomi dan Politik 2025 bagi Pemilik Bisnis

Ade Hapsari Lestarini • 19 September 2025 14:35

Jakarta: Menjelang akhir 2025, situasi ekonomi dan politik Indonesia tengah memasuki fase penuh dinamika. Mulai dari demonstrasi besar di berbagai daerah, reshuffle kabinet oleh pemerintah, hingga penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI).
 
Rangkaian peristiwa ini memicu gejolak di pasar keuangan, memengaruhi sentimen investor, dan meningkatkan ketidakpastian bagi pelaku usaha di berbagai sektor. Berbagai bisnis menghadapi tantangan mulai dari fluktuasi permintaan, perubahan regulasi, hingga ketidakpastian investasi jangka panjang.
 
Di tengah situasi ini, pelaku bisnis dituntut untuk tetap tenang, adaptif, dan sigap mengambil langkah. Gejolak pasar memang tidak bisa dihindari, tapi peluang baru akan selalu muncul bagi mereka yang jeli melihat kesempatan.
 
Agar biar bisnis Anda tetap bertahan sekaligus berkembang, berikut lima tips yang bisa jadi inspirasi langkah strategis ke depan.
 

1. Jaga likuiditas & biaya keuangan

 
Data dari DBS Group Research menunjukkan pada paruh pertama 2025, ekonomi Indonesia tumbuh rata-rata lima persen year-on-year (yoy), didorong oleh sektor jasa bernilai tinggi, impor barang modal, investasi, serta konsumsi saat hari raya.
 
Di paruh kedua, pertumbuhan diperkirakan tetap positif berkat belanja pemerintah yang lebih besar, penurunan suku bunga, inflasi yang stabil, dan masuknya investasi asing langsung (FDI). Secara keseluruhan, ekonomi 2025 diproyeksikan tumbuh 4,9 persen, sementara 2026 diprediksi stabil di kisaran 4,9 hingga 5,0 persen. Meski demikian, risiko perlambatan tetap ada, terutama jika terjadi gejolak global, pelemahan belanja pemerintah, atau koreksi harga komoditas.
 
Bagi pelaku bisnis, situasi ini menegaskan pentingnya menjaga likuiditas dan efisiensi keuangan. Keputusan baru Bank Indonesia (BI) untuk memangkas kembali suku bunga sebesar 25 basis poin (bsp) menjadi 4,75 persen membuka peluang pembiayaan kembali hutang atau memperkuat modal kerja dengan biaya lebih rendah. Namun, perlu diingat, penurunan bunga ini beresiko menekan rupiah. Maka dari itu apabila pelaku bisnis memiliki utang atau impor dalam dolar, disarankan untuk menyiapkan lindung nilai sedini mungkin. 
 
Lebih lanjut, untuk menghadapi potensi perlambatan, perusahaan sebaiknya menyiapkan cadangan kas yang memadai dan menghindari ekspansi berlebihan tanpa penyangga keuangan. Dengan langkah ini, bisnis tetap gesit menghadapi ketidakpastian sekaligus siap menangkap peluang dari stimulus pemerintah dan arus investasi asing.
 
Baca juga: Pengusaha Harap Dukungan Insentif usai Penurunan BI Rate

2. Diversifikasi ke sektor yang lebih resilien

 
Ketidakpastian global, fluktuasi harga komoditas, dan melemahnya daya beli membuat beberapa sektor bisnis lebih rentan dibanding yang lain. Namun, sektor jasa, kebutuhan pokok, dan ekonomi digital terbukti lebih tangguh menghadapi tekanan.
 
DBS Group Research memprediksi perekonomian digital Indonesia akan mencapai USD95 miliar pada 2025, ditopang oleh e-commerce, fintech, dan adopsi teknologi yang semakin luas. Selain itu, permintaan produk makanan dan kebutuhan sehari-hari juga tetap stabil didorong oleh rencana pemerintah untuk menaikkan anggaran perlindungan sosial sebesar sembilan persen pada 2026 serta program makan bergizi gratis senilai Rp335 triliun.
 
Bagi pemilik bisnis besar, ini menjadi sinyal untuk tidak hanya mengandalkan sektor yang sensitif terhadap siklus ekonomi seperti otomotif atau komoditas, tetapi mulai mengalokasikan investasi ke sektor yang lebih resilien. Diversifikasi portofolio ke kebutuhan pokok, layanan digital, dan infrastruktur teknologi akan membantu menjaga stabilitas pendapatan sekaligus membuka peluang pertumbuhan baru. Dengan strategi ini, perusahaan bisa lebih siap menghadapi volatilitas dan selaras dengan tren ekonomi masa depan.
 

3. Ikuti arah belanja pemerintah

 
Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, pemerintah mengalokasikan anggaran besar untuk berbagai sektor prioritas. Di antaranya, Rp757,8 triliun untuk pendidikan, Rp402,4 triliun untuk energi, Rp335 triliun untuk program makanan bergizi gratis, serta Rp530 triliun untuk investasi. Anggaran ini menunjukkan arah kebijakan fiskal yang jelas, yakni fokus pada pembangunan manusia, ketahanan energi, peningkatan kesejahteraan, dan penguatan investasi jangka panjang.
 
Bagi pemilik bisnis, arah belanja ini membuka peluang kolaborasi dan proyek strategis. Perusahaan dapat memposisikan diri sebagai mditra pemerintah dalam penyediaan infrastruktur pendidikan, energi terbarukan, distribusi pangan, maupun layanan pendukung investasi. Dengan mengikuti fokus belanja pemerintah, bisnis bukan hanya memperkuat potensi pertumbuhan, tetapi juga mendapatkan dukungan dari arus dana negara yang stabil.

 

4. Seimbangkan ketergantungan pada modal asing dan domestik

 
Pasar modal Indonesia masih sangat dipengaruhi oleh arus modal asing, sehingga pergerakan dana dari investor global bisa membuat pasar bergejolak. Namun, dukungan investor domestik kini semakin penting untuk menjaga stabilitas. Perusahaan dapat memanfaatkan strategi seperti buyback saham atau mendorong partisipasi investor lokal, baik institusi maupun ritel, agar harga saham tetap terjaga meski terjadi capital outflow dari asing.
 
Tahun ini, IHSG sempat ditopang oleh saham-saham yang kurang likuid, menandakan pasar masih rentan terhadap sentimen jangka pendek. Ke depan, rotasi ke saham-saham berkualitas dengan fundamental kuat diperkirakan akan lebih berkelanjutan. Bagi pemilik bisnis besar, menjaga keseimbangan antara ketergantungan pada modal asing dan dukungan investor lokal akan memperkuat daya tahan perusahaan sekaligus meningkatkan kepercayaan pasar.
 
Baca juga: Pasar Global Bergejolak, 3 Sektor Ini Berpeluang Cuan bagi Investor

5. Antisipasi fluktuasi global & harga komoditas

 
Harga energi dan komoditas terus mengalami pergerakan tajam yang berdampak langsung pada biaya operasional bisnis. Harga minyak Brent, misalnya, sudah turun ke USD67,48 per barel atau hampir 12 persen sejak Juni 2025, sementara komoditas lain seperti CPO, batu bara, dan nikel juga sangat berfluktuasi. Proyeksi menunjukkan harga minyak Brent akan stabil di kisaran USD65-70 per barel pada 2026, sedangkan harga CPO diasumsikan berada di Rp13.050/kg pada 2025.
 
Di sisi lain, arah kebijakan moneter global semakin kompleks. The Fed baru saja memangkas suku bunga sebesar 25 bsp pada September 2025, menandai dimulainya kembali siklus pelonggaran moneter. Namun, DBS Group research menilai inflasi masih berisiko naik karena sejumlah faktor:
 
  1. Penyerapan tarif.
  2. Ketatnya pasar tenaga kerja akibat pembatasan imigrasi.
  3. Dampak stimulus dari pemotongan pajak.
  4. Lonjakan permintaan energi seiring belanja untuk AI.
  5. Neraca rumah tangga dan korporasi yang kuat.
  6. Pasar ekuitas yang booming. Tekanan inilah yang membuat suku bunga jangka panjang tetap tinggi.
 
Kondisi ini menjadi sinyal bagi pemilik bisnis untuk lebih berhati-hati dalam mengatur harga produk dan jalur pasokan barang. Salah satu cara yang bisa dilakukan bisa dengan mengunci harga lewat kontrak jangka panjang agar biaya bahan baku tidak melonjak secara tiba-tiba. Dengan langkah antisipasi ini, perusahaan bisa tetap menjaga keuntungan dan lebih siap menghadapi perubahan ekonomi global yang tidak pasti.
 
Sebagai mitra tepercaya untuk pertumbuhan bisnis, Bank DBS Indonesia secara konsisten memberikan pemaparan literasi finansial dan insights dari pakar. Salah satunya adalah melalui program ’Smart Talk’ untuk nasabah yang bertujuan untuk mendukung nasabah agar lebih melek finansial, mampu mengambil keputusan keuangan yang tepat, dan memanfaatkan peluang pertumbuhan bisnis maupun investasi secara lebih efektif.
 
"Melihat dinamika bisnis yang semakin kompleks, yang membedakan bisnis sukses bukan sekadar bertahan, tapi kemampuan membaca tren lebih cepat daripada kompetitor. Sebagai mitra tepercaya untuk mengelola kekayaan dan bisnis, Bank DBS Indonesia hadir untuk membantu pelaku usaha mengidentifikasi peluang baru, misalnya perubahan perilaku konsumen atau sektor yang sedang tumbuh, sehingga strategi bisnis bisa lebih tepat sasaran," ujar Consumer Banking Director Bank DBS Indonesia Melfrida Gultom, dalam keterangan tertulis, Jumat, 19 September 2025.
 
Dengan strategi yang tepat, bisnis tak hanya mampu bertahan, tapi juga tumbuh di tengah dinamika ekonomi. Terapkan tips di atas agar bisnis Anda lebih tangguh dan berdaya saing.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Ade Hapsari Lestarini)