Satu Data Pemilu

Ilustrasi. Foto: Dok/Medcom

data pemilu, pemilu, bawaslu

Satu Data Pemilu

28 October 2025 12:44

Oleh: Nasrullah*

Sejak Pemilu 1955 hingga pemilu 2024 atau 70 tahun silam lamanya, negara ini belum memiliki data pemilu yang terintegrasi. Satu data pemilu yang digunakan untuk teknis administrasi dan pengawasan pemilu serta dapat diakses masyarakat. KPU memiliki data yang bersumber dari pemerintah, peserta pemilu, serta data lain dari proses dan hasil pemilu, tetapi penggunaannya hanya untuk KPU. KPU tidak ingin berbagi, terkhusus dalam upaya pencegahan terhadap segala potensi yang dapat berdampak masalah dikemudian hari. KPU takut jika terdapat dugaan kesalahan berujung pada sidang etik. Sikap ego sektoral dan paranoid pelanggaran etik, menjadi salah satu penghambat dalam pengawasan pemilu.
 
Ada mindset keliru yang selama ini dipahami, hanya KPU sebagai pemilik data dan tidak ingin diawasi. KPU sibuk dengan dirinya sendiri. KPU membuat SIPOL (Sistem Informasi Politik) yang dipergunakan dalam verifikasi parpol dan calon perseorangan; SIDALIH (sistem Imformasi Pemilih) dipergunakan untuk mengecek pemilih: SILON (Sistem Pencalonan) dipergunakan untuk mengisi dokumen calon; SIREKAP (Sistem Informasi Rekapituasi Penghitungan Suara) dipergunakan untuk melihat hasil penghitungan dan rekap penghitungan suara; dan lain sebagainya. 
 
Hadirnya sistem tersebut diatas, semestinya membuat KPU membuka akses yang seluas-luasnya. Namun justru KPU protektif. Contoh kasus, Bawaslu kesulitan memperoleh akses SIPOL dan SILON pada pemilu 2024 lalu. Puncaknya, Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025 Tentang Penetapan Dokumen Persyaratan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden sebagai Informasi Publik yang dikecualikan KPU. Meskipun telah dikoreksi dengan menggunakan asas Contrario Actus, bukan berarti publik melupakan sikap sewenang-wenang ini. KPU lupa prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemilu. 
 
Sejak awal, Bawaslu memiliki keterbatasan data. Maklum seluruh data, pintu masuknya di KPU. Bawaslu berusaha mencari cara agar dapat memperoleh data, namun prakteknya mengalami kesulitan. Sehingga pengawasan pemilu kurang maksimal. Bawaslu berusaha membuat SIWASLU (Sistem Pengawasan Pemilu) untuk mengawasi seluruh rangkaian pemilu. Salah satu yang diawasi ialah hasil penghitungan dan rekapiulasi suara. Ternyata data itu hanya dipergunakan internal saja. Bawaslu tidak mampu memaksimalkan hasil pengawasan di TPS yang dapat diakses publik. Padahal impian besar Siwaslu ketika itu adalah untuk memaksimalkan kerja Pengawas TPS (aji mumpung sudah terbentuk pengawas TPS) yakni mencegah manipulasi suara.

Bawaslu beralasan, tidak ada perintah dalam undang-undang untuk mempublis hasil pengawasan TPS. Bawaslu tidak sadar, bahwa kewenangan pencegahan yang menjadi tugasnya, justru lebih luas. Bawaslu dapat melakukan apa saja, sepanjang untuk kepentingan umum dan bermanfaat luas. Bila perlu, Pengawas TPS lebih dahulu mempublis hasil pengawasannya dari pada KPPS. Selama ini praktek manipulasi suara masih terjadi. Contoh kasus: Pileg DPRD Prov. DKI di Cilincing, Jakarta Utara. Oleh MK memerintahkan dilakukan rekapiulasi ulang dan hasilnya benar terjadi markup suara.
 
Atas dasar tersebut diatas, Negara terlampau boros menghadirkan data pemilu berbasis sistem informasi. Terlampau banyak sistem informasi pemilu yang tersebar di berbagai lembaga/kementrian, tapi akses yang terbatas. Selain itu, akselerasi sistem informasi semakin cepat dan yang lama mulai tertinggal. 

Satu Data

Sudah saatnya segera melakukan efisiensi dengan redesign tata kelola data pemilu, yaitu untuk segera mewujudkan satu data (big data). Data Pemilu yang terintegrasi,  transparan dan akuntabel berbasis Artificial Intelligence (AI). Kegunaan data tersebut untuk memaksimalkan kerja teknis/admnistrasi dan pengawasan kepemiluan. Kerja teknis dan administrasi oleh lembaga seperti KPU, Pemerintah (Dukcapil), Peserta Pemilu (Partai Politik, Calon Presiden dan Wakil Presiden, Calon Persorangan, Calon Gubernur/Wakl Gubernur, Calon Bupati/Wakil Bupati dan Calon Walikota/Wakil Walikota). Sementara kerja pengawasan dilakukan oleh Bawaslu dan masyarakat sipil. 
 
Dukcapil memberi Data Agregat Kependudukan per Kecamatan (DAK2) dan Data Penduduk Potensial Pemilih dalam Pemilu (DP4) yang dipergunakan untuk pembahasan dan penetapan alokasi kursi dan daerah pemlihan, verifikasi partai politik, calon perseorangan (DPD dan Calon Kepala Daerah), dan proses coklit pemilih, Daftar Pemilih Sementara/Tetap (DPS/DPT). Demikian halnya Peserta Pemilu, menginput persiapan pendaftaran sebagai perserta pemilu. Partai politik misalnya, menginput dokumen pengurus, anggota, kantor dan lain sebagainya yang diperlukan dalam proses verifikasi partai politik. Hal yang sama dalam tahapan pencalonan, wajib mengisi form pencalonan dan calon, disertai syarat masing-masing calon. Demikian juga terkait laporan dana kampanye. 
 
Dikarenakan terdapat pemisahan pemilu Nasional dan pemilu lokal, maka persiapan pemilu lokal juga tak kalah pentingnya. Sumber anggaran pemilu lokal belum diketahui, APBN atau APBD. Namun bila menggunakan APBD, sebaiknya Nota Pemberian Hibah Daerah (NPHD) harus jelas jumlahnya, limit waktu penandatanganan, serta penggunaannya. Kesemuanya masuk dalam sistem informasi satu data pemilu. 
 
Kerja-kerja KPU dan Bawaslu, mulai dari penyusunan hingga penetapan PKPU dan Perbawaslu semuanya terinput dalam satu data. Tidak adalagi pasal “selundupan”. Semuanya terkontrol dan ada risalahnya. Proses rekrutmen penyelenggara pemilu yang dilaksanakan KPU dan Bawaslu diseluruh jenjang, penetapan alokasi kursi dan dapil, Proses Coklit, Daftar Pemilih sementara dan tetap, hasil verifikasi parpol, dokumen pencalonan dan calon, jadwal kampanye, laporan dana kampanye, pengadaan dan distribusi logistik, pemungutan dan penghitungan suara, rekapitulasi berjenjang, semuanya dalam satu data pemilu. Prinsipnya, seluruh data pemilu yang peruntukannya teknis dan administrasi serta pengawasan pemilu, semuanya ada dalam satu data tersebut. 
 

Pengawasan pemilu

Pengawasan pemilu biasanya dimulai dari hulu, proses hingga hilir. Hulunya terdiri dari organisasi dan sumber daya manusia, regulasi, anggaran dan sarana-prasarana. Wilayah proses terdiri dari tahapan pemilu, seperti yang disebutkan diatas. Sementara hilir berupa penetapan hasil pemilu dan sengketa hasil di Mahkamah Konstitusi. Dalam prakteknya, pengawasan pemilu masih minim dalam penggunaan sistem informasi. Andaipun sistemnya ada, tapi tidak mampu memberi peringatan dini (early warning system). Tidak ada mesin pintar terpasang yang dapat memberi peringatan dini, rekomendasi, tindaklanjut rekomendasi dan catatan-catatan lainnya dalam membantu pengawasan pemilu. Intinya sistem informasi pengawasan pemilu sudah tertinggal jauh. Sehingga perlu peningkatan sistem informasi berbasis AI sebagai alat bantu pengawasan pemilu kekinian. 
 
Saat ini dibutuhkan Pengawasan pemilu yang terintegrasi, efisien, transparan dan akuntabel berbasis AI. Pengawasan pemilu yang bersumber dari data pemerintah, peserta pemilu, KPU, media sosial dan Bawaslu sendiri. Pengawasan pemilu beserta hasilnya dapat diakses masyarakat sebagai bentuk transparansi. Selain itu, hasil pengawasan pemilu disampaikan kepada DPR sebagai bentuk pertanggungjawaban (akuntabilitas) Bawaslu dalam menjalankan tugas sesuai amanat Undang-undang. Dalam menjalankan fungsi controlling pemilu, DPR terbatas menjangkau hal teknis. Oleh karenanya dibutuhkan Bawaslu bersama masyarakat sipil menjangkau hal teknis tersebut dalam pengawasan. 
 
Pengawasan pemilu berbasis AI akan menghubungkan secara langsung ke DPR, partai politik, Calon Presiden dan Wakil Presiden, Calon Perseorangan, Calon Kepala Daerah, Pemerintah, KPU, Bawaslu dan masyarakat. Sinyal pelanggaran, rekomendasi dan tindaklanjutnya serta putusan akan terlihat. Tak ada lagi yang ditutupi, semuanya terbuka kecuali menyangkut privasi calon, seperti syarat kesehatan. Persoalan pemilu dan Pemilihan 2024 seperti syarat pencalonan terkait keterwakilan perempuan 30%, syarat calon Kepala Daerah, dan manipulasi suara, dapat diminimalisir.
 
Pengawasan pemilu dapat diakses seluruh pihak dalam dashboard yang disediakan. Bila terdapat warga negara yang dicatut namanya sebagai pengurus atau anggota parpol, dapat mengajukan keberatan kedalam sistem. Sistem segera memberi sinyal dan mengeluarkan rekomendasi agar segera diklarifikasi oleh pengawas adhoc sesuai tempat kejadian. Tidak berhenti disitu, tindaklanjut atas rekomendasi dan langkah klarifikasi pengawas pemilu wajib diinput kedalam sistem, sehingga riwayat aktifitas pengawas tercatat dan bisa diakses publik. Demikian halnya partai politik, segera mengklarifikasi laporan masyarakat tersebut. 
 
Mesin pengawasan akan berjalan setiap hari dan memberi laporan atas tindaklanjut pengawasan yang dilakukan. Sama persis, setiap hari diskusi tentang kepemiluan. Namun, semua berharap efisiensi dan tindaklanjut satu data pemilu terintegrasi, transparan dan akuntabel, diakomodir dalam UU Pemilu yang baru. Thanks.


*Penulis adalah Komisoner Bawaslu RI 2012-2017

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Misbahol Munir)