Presiden AS Donald Trump. (Anadolu Agency)
Willy Haryono • 4 October 2025 15:36
Washington: Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah memerintahkan Israel untuk menghentikan pengeboman di Jalur Gaza pada Jumat kemarin, setelah kelompok pejuang Palestina Hamas menyatakan menerima sebagian dari proposal 20 poin untuk mengakhiri perang di Gaza dan membebaskan seluruh sandera yang masih ditahan sejak serangan 7 Oktober 2023.
Hamas menyebut siap membebaskan para sandera dan menyerahkan kekuasaan kepada faksi-faksi Palestina lainnya, namun beberapa elemen dari rencana 20 poin Trump masih memerlukan konsultasi internal. Sejumlah pejabat senior Hamas mengatakan masih terdapat perbedaan mendasar yang perlu dibahas lebih lanjut melalui negosiasi tambahan.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa negaranya siap melaksanakan “tahap pertama” dari rencana Trump, yang tampaknya merujuk pada pembebasan sandera. Namun, kantor Netanyahu menegaskan bahwa Israel tetap berpegang pada prinsip-prinsip yang telah ditetapkan sebelumnya dalam upaya mengakhiri perang, tanpa menyinggung perbedaan pandangan dengan Hamas.
Trump menyambut positif pernyataan Hamas. “Saya yakin mereka siap untuk PERDAMAIAN yang langgeng. Israel harus segera menghentikan pengeboman di Gaza agar kita bisa menyelamatkan para sandera dengan aman dan cepat! Saat ini terlalu berbahaya untuk melakukannya," tulisnya di media sosial, seperti dikutip dari The Korea Herald, Sabtu, 4 Oktober 2025.
Dalam pernyataannya, Hamas menegaskan masa depan Gaza dan hak-hak rakyat Palestina harus ditentukan berdasarkan “kesepakatan nasional Palestina yang bulat” sesuai hukum internasional. Namun, kelompok itu tidak menyinggung isu pelucutan senjata — salah satu tuntutan utama Israel dalam proposal Trump.
Trump tampak berupaya memenuhi janjinya untuk mengakhiri perang dan memulangkan para sandera sebelum peringatan dua tahun serangan 7 Oktober. Negara-negara mediator seperti Mesir dan Qatar menyambut perkembangan terbaru ini. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Majed Al Ansari, mengatakan bahwa pembahasan akan terus dilanjutkan.
Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menyerukan semua pihak “memanfaatkan peluang untuk mengakhiri konflik tragis di Gaza,” sementara Presiden Prancis Emmanuel Macron menulis di media sosial bahwa “pembebasan seluruh sandera dan gencatan senjata di Gaza kini berada dalam jangkauan.”
Organisasi utama yang mewakili keluarga sandera Israel menilai seruan Trump untuk menghentikan pertempuran sebagai langkah penting “untuk mencegah bahaya serius dan tidak dapat diubah terhadap para sandera,” serta mendesak Netanyahu untuk “segera memulai negosiasi cepat dan efektif.”
Sebelumnya, Trump memperingatkan Hamas bahwa jika kesepakatan tidak tercapai hingga Minggu malam, maka “NERAKA, seperti yang belum pernah terlihat sebelumnya, akan menimpa Hamas.”
Dalam rencana yang diungkap awal pekan ini bersama Netanyahu, Hamas diminta membebaskan 48 sandera yang tersisa, dengan sekitar 20 di antaranya diyakini masih hidup, dalam waktu tiga hari, melepaskan kendali atas Gaza, dan melucuti senjata.
Sebagai imbalannya, Israel akan menghentikan ofensifnya, menarik pasukan dari sebagian besar wilayah Gaza, membebaskan ratusan tahanan Palestina, serta mengizinkan bantuan kemanusiaan dan rekonstruksi dalam skala besar. Rencana relokasi penduduk Gaza ke negara lain akan dibatalkan.
Wilayah berpenduduk sekitar dua juta jiwa itu nantinya akan berada di bawah pemerintahan transisi internasional yang diawasi langsung oleh Trump dan mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair. Namun, rencana tersebut tidak menawarkan jalur penyatuan kembali dengan Tepi Barat yang diduduki Israel, ataupun pembentukan negara Palestina di masa depan.
Banyak warga Palestina mendambakan akhir perang, namun sejumlah faksi tetap skeptis, menilai proposal Trump terlalu menguntungkan Israel. Pejabat senior Hamas, Mousa Abu Marzouk, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa rencana itu “tidak dapat dilaksanakan tanpa proses negosiasi.”
Ia juga mengingatkan bahwa membebaskan seluruh sandera dalam 72 jam mungkin sulit dilakukan, karena proses menemukan jenazah beberapa di antaranya bisa memakan waktu lebih lama.
Baca juga: Hamas Bersedia Bebaskan Semua Sandera Israel usai Ultimatum Trump