PANGLIMA TNI Jenderal Agus Subiyanto(Dok. MI/Usman Iskandar)
Riza Aslam Khaeron • 16 March 2025 11:19
Jakarta: Pemerintah dan DPR saat ini tengah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pembahasan ini berlangsung di Hotel Fairmont Jakarta pada akhir pekan, 14-15 Maret 2025.
Mengutip laporan dari MetroTVNews pada Sabtu, 15 Maret 2025, pembahasan ini menuai kritik tajam karena dianggap tidak transparan dan minim partisipasi publik.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, yang terdiri dari 20 kelompok masyarakat sipil, menyatakan bahwa pembahasan RUU TNI berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi ABRI.
Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra menilai, "Perluasan penempatan prajurit TNI aktif di jabatan sipil berpotensi melemahkan profesionalisme militer dan mengancam supremasi sipil." Pernyataan ini disampaikan Ardi dalam keterangan tertulis pada Sabtu, 15 Maret 2025.
Salah satu poin kontroversial dalam RUU TNI adalah perubahan pada Pasal 47. Dalam UU No. 34 Tahun 2004, Pasal 47 ayat (1) menyatakan bahwa prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif.
Gambar: RUU TNI Pasal 47. (ICJ)
Namun, dalam RUU TNI terbaru, ketentuan ini diubah menjadi prajurit aktif dapat menduduki jabatan di kementerian dan lembaga negara, termasuk kantor yang membidangi politik dan keamanan negara, pertahanan negara, sekretaris militer presiden, intelijen negara, sandi negara, Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Dewan Pertahanan Nasional, Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (SAR), Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Mahkamah Agung.
Mengutip RUU TNI, Pasal 47 ayat (2) menyebutkan, "Prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian Prajurit aktif sesuai dengan kebijakan Presiden."
Dalam konteks ini, Ardi memperingatkan bahwa kebijakan ini membuka ruang bagi militer untuk kembali terlibat dalam jabatan-jabatan sipil strategis, yang mengingatkan pada era dwifungsi ABRI di masa Orde Baru.
Gambar: RUU TNI Pasal 53. (ICJ)
Selain itu, dalam Pasal 53 RUU TNI terbaru, usia pensiun perwira yang sebelumnya 58 tahun diubah menjadi 60 tahun. Bahkan, untuk jabatan fungsional tertentu, usia pensiun bisa diperpanjang hingga 65 tahun. Perwira tinggi bintang empat juga dapat diperpanjang masa dinasnya hingga dua kali dengan keputusan Presiden.
Menurut Anggota Komisi I DPR Hasanuddin, perluasan penempatan prajurit TNI di luar 10 kementerian yang telah diatur dalam UU TNI sebelumnya kini bertambah menjadi 15 kementerian/lembaga. Salah satu lembaga baru yang diusulkan adalah Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), yang memungkinkan penempatan prajurit TNI aktif di lembaga tersebut.
"Soal penempatan prajurit TNI di tempat lain, di luar dari yang 16, itu tetap harus mengundurkan diri. Itu sudah final," ujar Hasanuddin.
Koalisi Masyarakat Sipil menilai kebijakan ini melanggar prinsip profesionalisme militer dan berpotensi menciptakan loyalitas ganda. "Militer tidak seharusnya terlibat dalam politik atau pemerintahan sipil karena tugas utama mereka adalah pertahanan negara," tegas Ardi.
Baca Juga: Usulan Revisi UU TNI Dinilai Bertentangan dengan Agenda Reformasi |