Empat pelaku jaringan tindak pidana perdagangan anak di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. MTVN/Muhammad Syawaluddin.
Muhammad Syawaluddin • 23 December 2025 15:50
Makassar: Tahun 2025 menjadi salah satu periode kelam tindak pidana perdagangan anak. Pada 2 November 2025, seorang anak bernama Bilqis diculik saat bermain di Taman Pakui Sayang, Makassar. Ketika orang tuanya lengah, seorang perempuan membawanya kabur.
Kasus penculikan ini kemudian viral di media sosial. Polisi segera menindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan berdasarkan video viral tersebut, sehingga berhasil mengidentifikasi perempuan yang membawa Bilqis.
Kronologi Penangkapan Pelaku
Pengungkapan kasus ini berawal dari laporan penculikan Bilqis pada 2 November 2025. Penyelidikan dimulai setelah video CCTV aksi penculikan viral di media sosial.
"Korban yang berusia 4 tahun menghilang pada saat ikut ayahnya bermain tenis," kata Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sulawesi Selatan (Sulsel) Irjen Djuhandhani Rahardjo Puro, kala itu.
Polisi berhasil melacak perempuan yang menculik Bilqis dan mengidentifikasi pelaku berinisial SY. SY membawa korban ke kamar kosnya di Jalan Abu Bakar Lambogo, kemudian menawarkan Bilqis melalui media sosial. Tawaran ini menarik perhatian seorang pembeli berinisial NH.
"Kemudian, ada yang berminat dengan korban inisial NH," jelas Djuhandhani.
Kapolda Sulawesi Selatan, Irjen Djuhandhani Rahardjo, saat diwawancarai di Polsa Sulawesi Selatan, Rabu, 19 November 2025. Metrotvnews.com/Muhammad Syawaluddin.
NH menyetujui harga sebesar Rp3 juta dan datang ke Makassar untuk mengambil Bilqis. Korban kemudian dibawa ke Jakarta, lalu diteruskan ke
Jawa Tengah.
"Pembelinya atas nama NH. Hasil pengakuan, asal dari Jakarta dan datang ke Makassar untuk membawa korban dengan transaksi sebesar Rp3 juta," ungkap Djuhandhani.
Bilqis Dijual Hingga Rp80 Juta
Dari pengembangan kasus SY, polisi mengetahui bahwa NH membawa Bilqis ke Jambi dengan transit di Jakarta. Setibanya di Jambi, NH menjual Bilqis kepada AS dan MA dengan harga Rp15 juta. "Setelah penyerahan korban, NH langsung melarikan diri ke Sukoharjo," ungkap Djuhandhani.
Tim gabungan polisi kemudian bergerak ke Sukoharjo dan berhasil menangkap NH. Pengembangan lebih lanjut membawa polisi ke
Jambi, tempat mereka menangkap AS dan MA.
"AS dan MA mengaku membeli korban dari NH sebesar Rp30 juta dan menjual kembali kepada kelompok salah satu suku di Jambi seharga Rp80 juta," ungkap Djuhandhani.
Polda Sulsel Telusuri Jaringan Perdagangan Anak
Pihak kepolisian telah menangkap empat orang pelaku tindak pidana perdagangan anak. Namun, mereka akan terus melakukan penyelidikan lanjutan. "Tentu saja apa yang kita laksanakan, pengungkapan ini, kami akan terus mengembangkan," beber Djuhandhani.
Pihaknya juga akan melakukan penyelidikan dan pengembangan lebih lanjut. Untuk itu, koordinasi akan dilakukan terutama dengan Direktorat PPO PPA dan Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri. "Karena juga untuk kita kembangkan apakah berkaitan dengan TKP-TKP yang selama ini terjadi," jelas Djuhandhani.
Kasatreskrim Polrestabes Makassar, AKBP Devi Sujana, mengatakan pihaknya hingga saat ini masih terus mendalami kasus ini dengan memeriksa para tersangka dan saksi. Menurutnya, ada kemungkinan jumlah anak yang dijual jauh lebih banyak.
"Tapi tidak menutup kemungkinan mungkin jumlah (anak yang dijual) sebenarnya ada lebih dari itu. Tapi kita masih melakukan pendalaman," jelas Devi Sujana.
Oleh karena itu, pihaknya akan mendalami kasus ini melalui telepon genggam yang disita dan menelusuri jaringan mereka di media sosial. Menurutnya, kemungkinan ada jaringan lain yang ikut terlibat. "Pengembangan dari tersangka sendiri, saksi-saksi lain maupun terhadap yang lainnya, seperti handphone, jaringan, sosial media, dan sebagainya," ujar Devi Sujana.
Negosiasi Kepulangan Bilqis dari Jambi Berjalan Lancar
Bilqis baru bisa dibawa ke Kota Makassar setelah tim gabungan kepolisian melakukan negosiasi dengan kepala suku di Jambi. Saat ini Bilqis telah diserahkan ke orang tuanya, sementara para pelaku mendekam di Polrestabes Makassar.
Akibat perbuatannya, mereka diancam Pasal 83 juncto Pasal 76F Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 2 Ayat 1 (dan) 2 Juncto Pasal 17 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
"Di mana ancaman hukuman pidana penjara maksimal 15 tahun penjara," tegas Djuhandhani.