Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Foto: EPA-EFE
Yerusalem: Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengecam Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) sebagai institusi ‘antisemit’ setelah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap dirinya dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant.
Surat perintah tersebut terkait dugaan kejahatan kemanusiaan dan kejahatan perang di Gaza pasca serangan Hamas pada 7 Oktober 2023. Netanyahu bersumpah langkah ini tidak akan menghalanginya dalam membela Israel.
Benjamin Netanyahu, dalam pernyataan video yang dirilis Kamis 21 November 2024, menegaskan bahwa tidak ada keputusan ICC yang akan mencegah dirinya membela Israel.
"Kami tidak akan tunduk pada tekanan," ujarnya, dikutip dari Channel News Asia, Jumat 22 November 2024.
Netanyahu juga membandingkan langkah ICC dengan "pengadilan Dreyfus modern", merujuk pada kasus terkenal di Prancis pada abad ke-19 yang menunjukkan prasangka terhadap seorang kapten Yahudi.
Netanyahu menyebut tuduhan terhadap dirinya sebagai tindakan "absurd dan palsu" serta menuduh hakim ICC tergerak oleh "kebencian antisemit terhadap Israel".
Ia juga mengklaim bahwa surat perintah ini merupakan upaya Jaksa Agung ICC, Karim Khan, untuk mengalihkan perhatian dari tuduhan pelecehan seksual terhadap dirinya. Khan telah membantah tuduhan tersebut.
Presiden Israel, Isaac Herzog, menyebut keputusan ICC sebagai "hari kelam bagi keadilan", sementara Menteri Luar Negeri Gideon Saar mengatakan bahwa ICC telah kehilangan legitimasi.
Dukungan terhadap pernyataan ini juga datang dari warga Israel di Yerusalem, yang mengecam langkah hakim ICC.
"Ini menyakitkan hati karena mereka bertindak melawan orang Yahudi dengan antisemitisme," ujar Shmuel, seorang warga berusia 75 tahun.
Moshe Cohen, seorang pekerja pabrik berusia 41 tahun, mengatakan, "Semua orang di sekitar kita mencoba menjatuhkan kita dan saya rasa kita tidak boleh membiarkan itu terjadi."
Preseden berbahaya
Mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant menyebut keputusan ICC sebagai preseden yang berbahaya. Dalam pernyataannya di platform X, Gallant mengatakan bahwa keputusan ini "menempatkan Negara Israel dan para pemimpin Hamas yang kejam di posisi yang sama".
"Keputusan ini menciptakan preseden berbahaya terhadap hak untuk mempertahankan diri dan perang yang beretika, sekaligus mendorong terorisme yang mematikan," tambah Gallant.
Sementara itu, Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, mendesak pemerintah untuk merespons dengan mencaplok seluruh wilayah Tepi Barat yang diduduki, yang diklaim Palestina sebagai bagian dari negara masa depan mereka.
Namun, tidak semua pihak di Israel mendukung kritik terhadap ICC. Kelompok hak asasi manusia Israel, B'Tselem, menyerukan pemerintah asing untuk "menegakkan surat perintah penangkapan" terhadap Netanyahu dan Gallant. Mereka menyebut ini sebagai "salah satu titik terendah dalam sejarah Israel".
Partai komunis Hadash yang dipimpin oleh komunitas Arab Israel menyambut baik keputusan ICC, menuduh Netanyahu dan Gallant atas "penghancuran total Gaza" serta "pembunuhan massal".
Langkah ICC ini memicu perdebatan tajam, tidak hanya di Israel tetapi juga di komunitas internasional, mengenai keadilan, hak membela diri, dan tanggung jawab terhadap kejahatan kemanusiaan.
(Muhammad Reyhansyah)