Ilustrasi produk keramik. Foto: MI/Adam Dwi.
Naufal Zuhdi • 16 July 2024 15:27
Jakarta: Penurunan daya saing yang saat ini menjadi tantangan industri ubin keramik nasional diakibatkan oleh barang impor yang berasal dari Tiongkok. Hal tersebut disampaikan langsung Pejabat Fungsional Pembina Industri Direktorat Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Nonlogam Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Ashady Hanafie saat diskusi dengan Indef.
"Tantangannya (industri ubin keramik) kaitannya dengan penurunan daya saing karena dari Tiongkok ada insentif tax refund sebesar 14 persen," ucap Ashady di Jakarta, Selasa, 16 Juli 2024.
Kemudian pelemahan nilai rupiah terhadap dolar AS juga disinyalir menjadi tantangan yang harus dihadapi industri ubin keramik nasional. "Karena semua penggunaan gas hitungannya menggunakan USD, jadi begitu (USD) naik, otomatis (harga gas) naik," imbuhnya.
Di sisi lain, ongkos transportasi angkut keramik yang mengalami kenaikan harga jual dua sampai tiga persen pada September 2022 juga menjadi tantangan yang tengah dihadapi industri ubin keramik nasional.
Sementara itu, harga gas bumi tertentu (HGBT) yang naik dari USD6 per MMBTU menjadi USD6,65 per MMBTU di Jawa bagian barat dan dari USD6 per MMBTU menjadi USD6,32 per MMBTU di Jawa bagian timur juga menjadi permasalahan yang harus dihadapi industri ubin keramik nasional.
Namun di sisi lain, industri ubin keramik nasional masih bisa berkembang karena secara penggunaan keramik per kapita di dalam negeri masih sekitar dua meter persegi per orang "Sedangkan di ASEAN sudah sampai tiga meter persegi ke atas," ungkap Ashady.
Baca juga: Kemenperin Khawatir Kebijakan BMAD Tidak Efektif Bendung Impor Keramik |