KPK Nilai Hakim Keliru Gunakan Acuan Pasal Penetapan Tersangka Eks Wamenkumham

Juru bicara bidang penindakan KPK, Ali Fikri. Medcom.id/Candra Yuri Nuralam

KPK Nilai Hakim Keliru Gunakan Acuan Pasal Penetapan Tersangka Eks Wamenkumham

Candra Yuri Nuralam • 31 January 2024 13:23

Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai hakim keliru dalam penggunaan acuan pasal penerapan tersangka terhadap mantan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy dalam pertimbangan praperadilan. Majelis dinilai terfokus dengan beleid yang bersifat umum.

“Hakim lebih banyak menggunakan dasar pertimbangan di ketentuan umum yaitu KUHAP, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,” kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri di Jakarta, Rabu, 31 Januari 2024.

Ali menjelaskan bahwa pihaknya menggunakan Pasal 44 dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK dalam memberikan status tersangka untuk Eddy. Kekeliruan itu dinilai penyebab eks wamenkumham itu memenangkan praperadilan.

“Sehingga kemudian ada perbedaan karena tentu KPK menetapkan seseorang sebagai tersangka prosesnya menggunakan dasar Pasal 44 Undang-Undang KPK, baik yang lama, maupun yang baru sama tidak ada perubahan sama sekali,” ujar Ali.

KPK hingga kini belum membeberkan langkah hukum lanjutan atas bebasnya Eddy dari status tersangka tersebut. Menurut Ali, Lembaga Antirasuah masih menunggu salinan lengkap putusan praperadilan itu untuk melakukan kajian mendalam.

“Oleh karena itu, tentu ke depan kami pelajari lebih dahulu seluruh pertimbangan hakim sehingga kami dapat mengambil langkah-langkah berikutnya terkait dengan penanganan dugaan korupsi di Kemenkumham tersebut,” jelas Ali.
 

Baca juga: 

Praperadilan Kalah, KPK Sebut Eks Wamenkumham Tetap Penerima Suap



Hakim Tunggal Estiono menilai status tersangka terhadap Eddy tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Status hukum itu juga dinilai tidak mengikat dan memiliki kekuatan hukum.

Hakim juga menolak semua eksepsi dari KPK. Lembaga Antirasuah juga dibebankan biaya perkara.

Eddy mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka terhadapnya. Salah satu protes eks wamenkumham itu yakni soal kesepakatan pemberian status hukum yang tidak dilakukan secara kolektif kolegial.

KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan penerimaan suap dan gratifikasi di Kemenkumham. Yakni, Dirut PT CLM Helmut Hermawan, eks Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej, pengacara Yosi Andika Mulyadi, dan Asisten Pribadi Eddy, Yogi Arie Rukmana. Status tersangka untuk Eddy digugurkan melalui praperadilan.

Eddy diduga menerima Rp8 miliar dari Helmut. Dana itu untuk mengurus sengketa status kepemilikan PT CLM, penghentian perkara di Bareskrim, dan dana keperluan pribadi berupa pencalonan Ketua Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP Pelti).

Total uang yang diterima itu belum final. KPK bakal mengembangkan dugaan adanya aliran dana lain yang masuk kepada Eddy. Saat ini, baru Helmut yang ditahan.

Helmut disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Eko Nordiansyah)